"Langkah ini bisa menjadi upaya untuk menekan AS agar lebih fleksibel terhadap permintaan Mesir akan jet tempur canggih, terutama setelah Washington mengabaikan kekhawatiran keamanan Mesir dalam konflik terbaru Israel di Gaza, dan tetap bersikukuh agar senjatanya tidak digunakan oleh negara manapun terhadap sekutu-sekutu AS," ujar Ghoneim.
Saat ini, Mesir sedang menghadapi tantangan dalam memodernisasi armada F-16 yang mulai menua. Selain kendala pendanaan, ada juga syarat ketat dari negara-negara Barat terkait transfer teknologi dan penggunaan senjata.
Baca Juga:
Dukung Rezim Zionis, Inilah Negara-negara Superpower di Balik Iron Dome
Situasi serupa pernah dialami Pakistan, yang akhirnya beralih ke China sebagai mitra utama dalam modernisasi militernya
Dalam konflik dengan India, Pakistan menggunakan jet tempur J-10C buatan China, yang juga ikut serta dalam latihan gabungan antara Angkatan Udara China dan Mesir baru-baru ini.
Jika pembelian J-35 benar-benar terealisasi, ini bisa menandai pergeseran besar dalam kebijakan pertahanan Mesir.
Baca Juga:
Media China Kritik Formasi Kluivert Jelang Laga Indonesia vs China
"Langkah tersebut dapat mengurangi ketergantungan militer Mesir terhadap persenjataan AS—pergeseran yang bisa berdampak ke pasar senjata negara lain, karena Mesir kerap menjadi tolok ukur dalam menilai kualitas sistem persenjataan global," jelas Ghoneim.
Ia menambahkan bahwa langkah ini sejalan dengan strategi diversifikasi alutsista Mesir dalam beberapa tahun terakhir.
Negeri itu diketahui telah membeli jet tempur Rafale dari Prancis, menjalin kerja sama dengan Korea Selatan dan Jerman, serta memperluas sumber akuisisi senjata dari berbagai negara.