WAHANANEWS.CO, Jakarta - Upaya kemanusiaan untuk membantu keluarga paling rentan di Jalur Gaza terus dilakukan di tengah kondisi musim dingin yang ekstrem, ditandai cuaca dingin, hujan lebat, dan badai.
Namun, di saat yang sama, misi penyelamatan untuk menjangkau warga yang terluka di Kota Gaza dilaporkan mengalami penolakan, sehingga memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Baca Juga:
Ratusan Lembaga Kemanusiaan Soroti Ancaman Pencabutan Izin Bantuan di Gaza
Krisis tempat berlindung menjadi persoalan utama yang dihadapi warga Gaza. Banyak keluarga terpaksa bertahan di bangunan yang rusak parah atau bahkan hampir runtuh akibat konflik dan cuaca buruk yang terus melanda.
“Di tengah kurangnya tempat berlindung yang parah di seluruh Jalur Gaza, orang-orang tinggal di bangunan yang sebagian atau seluruhnya rusak. Karena, mereka berusaha melindungi keluarga mereka dari cuaca buruk,” kata Juru Bicara PBB Stéphane Dujarric kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, Senin (22/12/2025).
Dalam sepekan terakhir, bantuan darurat telah disalurkan kepada sekitar 3.500 keluarga yang terdampak badai atau tinggal di wilayah rawan banjir.
Baca Juga:
AS Targetkan Pasukan Internasional Masuk Gaza Awal Tahun Depan untuk Stabilitas Pascakonflik
Bantuan tersebut mencakup tenda, perlengkapan tidur, kasur, serta selimut.
Selain itu, lebih dari 250.000 anak-anak juga telah menerima pakaian musim dingin untuk melindungi mereka dari suhu yang semakin menurun.
Meski demikian, kebutuhan bantuan masih sangat besar. PBB mencatat ratusan ribu anak dan remaja belum mendapatkan perlengkapan musim dingin yang memadai.
“Namun, mitra kami memperkirakan bahwa 630.000 remaja di seluruh Jalur Gaza masih membutuhkan bantuan pakaian musim dingin. Kami dan mitra kami sekali lagi menyerukan pencabutan semua pembatasan masuknya bantuan ke Gaza,” ujar Dujarric menekankan.
Ia menegaskan bahwa pembatasan terhadap masuknya bantuan, khususnya material untuk tempat tinggal, sangat berdampak pada kelancaran upaya kemanusiaan.
“Termasuk, material tempat tinggal, karena pembatasan ini jelas menghambat upaya kemanusiaan untuk menjangkau masyarakat, terutama di musim dingin dan musim dingin ini,” katanya.
Lebih lanjut, Dujarric mengungkapkan bahwa badai yang melanda Gaza selama akhir pekan menyebabkan sejumlah bangunan runtuh, bahkan menimbulkan korban jiwa, sebagaimana dilaporkan mitra kemanusiaan di lapangan.
“Tiga perempat rumah tangga yang dikepalai perempuan sangat membutuhkan dukungan tempat berlindung, dan dua pertiga sangat membutuhkan pakaian,” katanya.
PBB bersama mitranya terus berupaya meningkatkan akses terhadap tempat berlindung yang layak bagi sekitar 1,3 juta warga Gaza.
Di sisi lain, para pekerja kemanusiaan tetap melakukan koordinasi untuk menyalurkan bantuan, meskipun tantangan akses masih kerap terjadi.
Dujarric menyebut bahwa sekitar setengah dari misi bantuan pada hari Minggu lalu berhasil difasilitasi oleh otoritas Israel.
“Tim-tim tersebut mengumpulkan enam tangki penuh bahan bakar, lebih dari 270 palet perlengkapan medis. Dan, barang-barang makanan penting lainnya dari penyeberangan Kerem Shalom/Karem Abu Salem, serta penyeberangan Zikim,” ucapnya.
Namun demikian, situasi keamanan masih belum sepenuhnya kondusif. Dujarric menyoroti bahwa meskipun gencatan senjata telah diberlakukan di Jalur Gaza, laporan mengenai serangan udara dan penembakan masih terus diterima di seluruh lima provinsi.
Kondisi ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta mengganggu operasional bantuan kemanusiaan dalam 24 jam terakhir.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]