WAHANANEWS.CO, Jakarta - Warga Korea Utara kini hidup dalam ketakutan ekstrem karena ancaman hukuman mati yang dijatuhkan kepada siapa pun yang kedapatan menonton atau menyebarkan film asing, bahkan dengan cara ditembak di depan publik.
Temuan mengerikan ini diungkap Kantor Hak Asasi Manusia PBB dalam laporan terbarunya pada Jumat (12/9/2025), yang menyoroti bagaimana rezim Kim Jong Un memperluas aturan eksekusi sejak dirinya berkuasa pada 2011.
Baca Juga:
SEAL Team 6 Tembak Mati Awak Kapal Korut, Trump: Saya Baru Dengar Sekarang
Aturan keras itu salah satunya mengatur konsumsi dan distribusi media asing.
Narasumber yang diwawancarai PBB menyebut eksekusi akibat pelanggaran ini meningkat sejak 2020, dengan hukuman ditembak regu tembak di depan masyarakat sebagai peringatan agar warga lain tidak meniru.
Laporan juga menyingkap pelanggaran hak dasar atas pangan, dengan kebijakan negara disebut sebagai penyebab kelaparan yang semakin meluas di Korea Utara.
Baca Juga:
Resor Wisata Terbesar di Korea Utara Baru Dibuka, Tapi Langsung Dilarang untuk Turis Asing
Selain itu, peningkatan kerja paksa di lokasi berbahaya seperti tambang batu bara turut terungkap, di mana anak yatim dan keluarga miskin menjadi kelompok paling rentan yang dipaksa melakukan pekerjaan berisiko tinggi.
Data laporan disusun berdasarkan wawancara terhadap lebih dari 300 pelarian Korea Utara selama satu dekade terakhir, dengan kesimpulan bahwa negara itu semakin tertutup dibanding sebelumnya.
Warga Korea Utara disebut hidup di bawah propaganda negara tanpa henti, dengan tingkat pembatasan yang lebih parah dibanding negara lain, sehingga nyaris tidak ada ruang bagi kritik atau keluhan.
Seorang pelarian bahkan mengungkapkan, razia yang meningkat beberapa tahun terakhir hanyalah cara rezim untuk “menutup mata dan telinga rakyat.”
"Itu adalah bentuk kontrol untuk menghilangkan tanda-tanda sekecil apa pun dari ketidakpuasan atau keluhan," ujar seorang pelarian yang diwawancarai.
Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Turk menggambarkan 10 tahun terakhir sebagai “dekade yang hilang” bagi Korea Utara.
"Dan menyedihkan untuk saya katakan, jika Korea Utara terus berada di jalur yang sama, rakyatnya akan menghadapi penderitaan, penindasan brutal, dan ketakutan yang sudah terlalu lama mereka rasakan," kata Turk.
Ia menegaskan, wawancara yang dilakukan menunjukkan adanya keinginan kuat untuk perubahan, terutama dari kalangan anak muda yang merindukan masa depan berbeda.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]