WahanaNews.co | Setelah
pasukan militer Amerika Serikat dikomando untuk mundur dari wilayah
Afghanistan, Taliban mampu kuasai merangsek ibukota Afghanistan hanya dalam
hitungan hari setelah 20 tahun.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Mereka bergerak cepat menguasai Kota Kabul dan menduduki
kantor kepresidenan. Militer Afghanistan pun kocar-kacir tak berdaya melawan
Taliban. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sebelumnya sudah kabur duluan
meninggalkan rakyatnya.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Lalu, Amerika Serikat hanya berani sampai bandara menjemput diplomatnya saja. Inggris juga tidak mau lagi ikut campur soal taliban di
Afganistan.
Kedua negara yang termasuk ke dalam negara dengan kemampuan tempur
tertinggi ini pun hanya menjadi penonton.
4 Negara Pendukung
Taliban
China, Pakistan, Turki, dan Rusia bersiap untuk mengakui
secara formal kepemimpinan Taliban di Afghanistan, setelah mereka berhasil
merebut Istana Presiden di Kabul pada Minggu (15/8/2021).
Mayoritas kekuatan global enggan untuk mengakui kepemimpinan
Taliban, yang pernah digulingkan oleh pasukan koalisi militer pimpinan AS pada
2001.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan bahwa
Afghanistan tidak dapat dibiarkan menjadi "tempat berkembang biak
teror" lagi.
Namun, Beijing berniat untuk membentuk hubungan lebih dekat
dengan kemungkinan pemerintahan baru, dengan media pemerintah mempersiapkan
masyarakat untuk menerima kemungkinan skenario bahwa Partai Komunis mengakui
kelompok Islamis.
Di China, serangkaian foto dipublikasikan pada Juli di media
pemerintah, yang menunjukkan Menteri Luar Negeri Wang Yi berdiri di samping
pejabat Taliban yang berkunjung di Tianjin, seperti yang dilansir dari Daily
Mail pada Minggu (15/8/2021).
Sementara, Kremlin mengatakan tidak ada rencana untuk
mengevakuasi Kedutaan Rusia di Kabul, dengan media pemerintahnya melaporkan
bahwa kelompok Islam Sunni telah berjanji untuk menjamin keselamatan staf
diplomat Rusia.
Juru bicara politik Taliban Suhail Shaheen mengatakan kepada
Associated Press (AP) bahwa "Kelompoknya memiliki hubungan baik dengan
Rusia" dan "kebijakan secara umum memastikan kondisi aman untuk
berfungsinya kedutaan Rusia dan lainnya".
Kunjungan Taliban di
China
Pada Juli, pejabat China berpose dengan pejabat Taliban di
Tianjin, yang dipandang sebagai pengakuan atas kemungkinan kebangkitan kelompok
teror tersebut di Afghanistan setelah penarikan pasukan AS di sana.
"Bahkan jika mereka (Taliban) tidak dapat mengendalikan
negara sepenuhnya, mereka tetap akan menjadi kekuatan signifikan untuk
diperhitungkan," kata seorang analis yang akrab dengan kebijakan luar
negeri China, yang menggunakan nama pena Niutanqin atau "Zither-Playing
Cow" pada Kamis (12/8/2021).
Pada Jumat (13/8/2021), Global Times, media yang didukung
pemerintah, mempublikasikan wawancara dengan Taliban, pemimpin partai oposisi
pemerintah Afghanistan.
"Pemerintah transisi harus menyertakan Taliban,"
kata pihak Taliban saat itu kepada Global Times.
Sebelum langkah pendekatan China terhadap Taliban ini,
Beijing sebenarnya telah lama menyalahkan ekstremis religius sebagai kekuatan
ketidakstabilan di barat wilayah Xinjiang, dan mengkhawatirkan bahwa wilayah
yang dikontrol Taliban akan digunakan untuk menampung kekuatan separatis.
Wang berharap Afghanistan dapat memiliki "kebijakan
Islamis moderat" ke depan, dengan China tetap menekankan kebijakan
non-intervensi dalam urusan internal negara lain.
Ketika Taliban terakhir berkuasa di Afghanistan antara
1996-2001, China telah menangguhkan hubungan dengan negara itu sejak 1993
dengan menarik diplomatnya menyusul pecahnya perang saudara.
Namun, China dapat memanfaatkan fakta bahwa negaranya tidak
pernah memerangi mereka Taliban, tidak seperti AS.
Setelah pertemuan Taliban dengan Wang, kelompok itu berharap
China dapat memainkan peran ekonomi yang lebih besar.
"Ini menunjukkan bahwa China mungkin memberikan janji
bantuan ekonomi dan investasi ke Afghanistan pascaperang sebagai umpan untuk
mendorong kedua belah pihak menghentikan pertempuran dan mencapai penyelesaian
politik," kata Zhang Li, profesor studi Asia Selatan di Universitas
Sichuan.
"Prioritas nomor satu China adalah menghentikan
pertempuran, karena kekacauan melahirkan ekstremisme agama dan terorisme,"
kata Zhang.
Pakistan dukung
Taliban
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan baru-baru ini telah
menolak mengutuk kekejaman Taliban. Sehingga, Pakistan dituduh mendukung dan
menyembunyikan milisi Taliban.
Dukungan mereka dapat memperburuk hubungan Pakistan dengan
India yang telah diperingatkan oleh Taliban untuk tidak terlibat dalam aksi militer
apa pun di Afghanistan.
Turki dorong
stabilitas
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya
akan bekerja untuk stabilitas di Afghanistan bersama dengan Pakistan, untuk
membendung gelombang migrasi yang berkembang di tengah serangan Taliban di
seluruh negeri.
Erdogan mengatakan pada upacara angkatan laut dengan
presiden Pakistan bahwa warga Afghanistan semakin berusaha untuk bermigrasi ke
Turki melalui Iran.
Kemudian, ia mendesak upaya internasional untuk membawa
stabilitas ke negara itu dan mencegah migrasi massal warga Afghanistan.
Dia mengatakan Pakistan memiliki "tugas vital"
untuk membawa perdamaian dan stabilitas ke Afghanistan.
Erdogan menambahkan bahwa kerja sama Turki-Pakistan akan
diperlukan untuk stabilisasi di Afghanistan di bawah Taliban, dan Turki akan
menggunakan semua kemungkinan untuk melakukannya.
Rusia tenang bekerja
Zamir Kabulov, utusan Presiden Rusia untuk Afghanistan,
mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa Duta Besar Rusia dan stafnya
"dengan tenang menjalankan pekerjaan mereka".
Moskwa bekerja sama dengan negara-negara lain untuk
mengadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB tentang Afghanistan.
Rusia adalah salah satu dari 5 anggota tetap Dewan Keamanan
PBB, bersama dengan Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan China. [rin]