Alasan utama ancaman gagalnya Perjanjian Paris
yang ditemukan adalah persoalan rancangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU).
Diketahui bahwa kelima negara ini berencana
membangun 600 PLTU batu bara baru yang mencakup sekitar 80 persen dari porsi
batu bara baru global.
Baca Juga:
Pensiunkan PLTU, PLN Soroti Harga Kelistrikan bagi Konsumen
Kapasitas dari seluruh PLTU itu melebihi 300
gigawatt (GW).
Hal ini dianggap mengkhawatirkan, karena tak
menghiraukan seruan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa, Antonio
Guterres, untuk membatalkan PLTU batu bara baru.
Pasalnya, negara Jepang, Indonesia, India,
Vietnam, dan Tiongkok mengoperasikan 3/4 PLTU yang ada di seluruh dunia.
Baca Juga:
Dorong Dekarbonisasi, PLN Group Persiapkan Co-Firing 60 Persen Green Amonia di PLTU Jawa 9 dan 10
Sebanyak 55 persen adalah negara Tiongkok dan
12 persen adalah India.
Sekitar 27 persen kapasistas PLTU batu bara
global tidak dapat menghasilkan keuntungan, dan 30 persen hampir mencapai titik
break even.
Indonesia sendiri masih memiliki ketergantungan
yang cukup tinggi dengan penggunaan PLTU batu bara ini.