Setelah melewati semua gang Abboud, Ayoub pindah ke lingkungan Sheikh Abdallah terdekat. Di sana, di pintu masuk salah satu rumah, berdiri Hajjah Umm-Bilal, kepalanya dihiasi dengan penutup tradisional, dan beberapa anggota keluarganya di sampingnya.
"Aku sudah menunggumu selama satu jam, Michel, setiap Ramadan aku harus melihatmu dan mendengarmu," kata wanita berusia 60-an tahun itu.
Baca Juga:
Pemerintah Aceh Barat: Ribuan Warga Masih Jalani Puasa Ramadhan 1445 H
"Ikut makan," desaknya. Tapi Ayoub dengan sopan menolak—dia harus pergi ke beberapa gang lagi, dan puasa akan segera dimulai.
Melansir Sindonews, Ayoub menyelesaikan turnya di dalam Kota Tua Acre, di rumah Ahmed Askeri, saudara laki-laki Suleiman. Meja sarapan sudah disiapkan.
Tahrir Akkar, sang ibu mertua, meminta Ayoub datang ke kota lagi, kalau bisa di hari Jumat. "Kami ingin anak-anak melihatmu dan mungkin berjalan bersamamu," katanya.
Baca Juga:
Isu Pengusiran Muslim di India dan Kekhawatiran Pengungsi Rohingya
"Ini penting, ini memberi perasaan dan suasana, mereka harus belajar tentang apa yang dulu pernah ada, bahwa tidak semuanya berjalan hanya dengan jam dan telepon."
Ayoub setuju, "Insya Allah saya datang hari Jumat dan juga minggu depan," ujarnya.
Dalam perjalanan kembali ke mobilnya, beberapa anak berkumpul di sekelilingnya. Yang termuda menoleh ke temannya, bertanya, "Bukankah dia seorang Kristen?" Temannya menegurnya. "Malu pada dirimu, ini Michel, apa bedanya dia beragama?" [afs/eta]