Saat ini, keahlian di bidang AI terpusat di beberapa perusahaan dan negara saja. Hal ini dapat memperdalam kesenjangan global dan mengubah kesenjangan digital menjadi jurang pemisah.
Potensi bahaya AI juga mencakup kekhawatiran serius terkait informasi yang keliru dan hoaks, mengakarnya bias dan diskriminasi, pengawasan dan pelanggaran privasi, penipuan, serta berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
Baca Juga:
RI-AS Kecam Kekerasan Terhadap Warga Sipil yang Berlanjut di Myanmar
Guterres mengatakan tanpa memperhitungkan sejumlah skenario yang membahayakan, sudah jelas bahwa penyalahgunaan AI dapat merusak kepercayaan terhadap institusi, melemahkan kohesi sosial, dan mengancam demokrasi.
"Karena semua alasan ini, saya telah menyerukan pelaksanaan diskusi global, multidisiplin, dan multipihak mengenai tata kelola AI sehingga manfaatnya bagi umat manusia, seluruh umat manusia, dapat dimaksimalkan, dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diredam. Badan penasihat ini adalah titik awal," katanya.
Kelompok ini akan bekerja secara mandiri dengan beberapa prinsip dasar sebagai pedoman. Upaya badan penasihat tersebut akan bersifat inklusif dan didasarkan pada nilai-nilai universal yang tercantum dalam Piagam PBB.
Baca Juga:
KTT Liga Arab dan OKI Sepakati Tekanan Global: Cabut Keanggotaan Israel dari PBB Segera!
Guterres menjelaskan badan penasihat itu akan membuat rekomendasi awal di tiga area per akhir tahun ini, yakni tata kelola AI internasional, pemahaman bersama mengenai risiko dan tantangan, serta fasilitator dan peluang inti untuk memanfaatkan AI guna mempercepat pencapaian SDG.
Rekomendasi badan penasihat itu akan digunakan dalam persiapan untuk acara Summit of the Future pada September tahun depan, dan khususnya dalam negosiasi seputar usulan Global Digital Compact.
[Redaktur: Sandy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.