WahanaNews.co | Pemerintah Singapura mulai membatasi interferensi asing di media sosialnya dengan melakukan pencegahan, pendeteksian, dan penghentian informasi dari entitas asing yang dinilai mencampuri politik dalam negeri Singapura.
Pembatasan ini dilakukan melalui kementerian dalam negeri dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Interferensi Asing kepada parlemen pada Senin (13/9/2021).
Baca Juga:
Raffi Ahmad Jadi Waketum Kadin Versi Anindya Bakrie, Jadi Sorotan Media Asing
RUU itu akan memberikan Kementerian Dalam Negeri wewenang untuk menghapus konten yang dianggap bagian dari upaya campur tangan asing "yang tidak bersahabat".
Dalam beleid tersebut, Mendagri dapat meminta platform media sosial, aplikasi pesan daring, penyedia akses internet, media, hingga blogger, mengungkap informasi yang dianggap "tidak bersahabat" bahkan sebelum konten diduga buzzer tersebut dipublikasikan.
RUU itu juga memberi Mendagri kewenangan meminta surat kabar dan media menerbitkan pesan wajib tentang kampanye informasi permusuhan yang akan terjadi bahkan jika mereka tidak merilis konten-konten menyinggung yang dimaksud tersebut.
Baca Juga:
Empat Nelayan Indonesia Telah Dibebaskan Otoritas Singapura
Namun, sebelum mengeluarkan arahannya, Mendagri harus memiliki alasan yang meyakinkan. Beberapa alasan itu mencakup konten tersebut dipastikan telah atau direncanakan oleh/atas nama pelaku asing, informasi dan materi tersebut dipublikasikan di Singapura, dan alasan kepentingan umum lainnya.
"Ketentuan ini tidak berlaku untuk warga Singapura yang mengekspresikan pandangan mereka sendiri tentang masalah politik, kecuali jika mereka adalah agen dari prinsipal asing. Warga Singapura memiliki hak mendiskusikan politik," kata Kemendagri Singapura seperti dikutip Channel NewsAsia.
"RUU itu juga tidak berlaku untuk individu asing atau media asing yang melaporkan atau mengomentari politik Singapura, secara terbuka, transparan, dan dapat diatribusikan, bahkan jika komentar mereka mungkin kritis terhadap pemerintah Singapura," papar kementerian itu menambahkan.
Kemdagri Singapura menuturkan campur tangan asing memicu ancaman yang serius bagi kedaulatan politik dan keamanan nasional negara kota di Asia Tenggara itu.
Menurut kementerian itu, konten buzzer yang tidak bersahabat dapat menyesatkan warga Singapura terkait masalah politik sehingga menimbulkan perbedaan pendapat dan ketidakharmonisan di kalangan masyarakat.
Singapura takut konten-konten yang tidak bersahabat semacam itu dari luar negeri memainkan isu-isu sensitif dan kontroversial seperti masalah ras, agama, sehingga memicu perpecahan dan merusak kepercayaan pada pemerintah.
Kemdagri mengatakan sebagai contoh ketika Singapura menghadapi masalah bilateral dengan "negara lain" pada akhri 2018 dan 2019, ada "lonjakan abnormal" dalam komentar di dunia maya yang kritis terhadap Singapura.
"Unggahan itu, yang dibuat akun anonim, berupaya menciptakan kesan palsu oposisi tentang posisi Singapura," kata Kemdagri.
RUU ini telah dipertimbangkan pemerintah sejak Februari 2019.
"Aktivitas online terselubung, terkoordinasi, dan canggih ini berusaha untuk memajukan kepentingan negara penyerang, misalnya dengan memanipulasi opini publik di negara target tentang masalah politik domestik, menumbangkan lembaga demokrasinya, mempolarisasi masyarakat, atau memengaruhi hasil pemilu domestik," kata kementerian tersebut. [rin]