WahanaNews.co | DPR RI meminta pemerintah menyiapkan solusi jangka panjang untuk menangani polusi udara di Jakarta.
DPR juga meminta Pemerintah agar tidak sporadis dalam mengambil kebijakan yang diterapkan dengan mengedepankan solusi jangka pendek.
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Hadapi Mobilitas Masyarakat Saat Nataru 2025
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris.
Salah satunya terkait kebijakan work from home (WFH) yang diterapkan oleh Pemprov DKI sebagai upaya mengatasi buruknya kualitas udara di Jakara.
Charles pun meminta agar Pemerintah tidak hanya fokus pada penanganan polusi udara dalam jangka pendek saja, namun perlu membuat rencana jangka panjang guna melindungi masyarakat dari tercemarnya udara di Jakarta.
Baca Juga:
Pj Bupati Abdya Sunawardi Hadiri Rapat Kerja dan Dengar Pendapat DPR RI
"Tanda bahaya ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara sporadis seperti aturan WFH dan imbauan penanaman pohon saja. Namun harus dengan cara komprehensif dan berkelanjutan, yakni lewat sebuah roadmap yang melibatkan berbagai pemangku kebijakan untuk turut bersama-sama secara masif menurunkan polutan," kata Charles, Kamis (21/9/2023).
DKI Jakarta saat ini menjadi salah satu kota besar dengan polusi udara terburuk di Indonesia.
Bahkan IQAir menyarankan warga Jakarta untuk menggunakan masker saat berada di luar ruangan karena kandungan polusi ibu kota sangat mengkhawatirkan.
Pemprov DKI telah menerapkan kebijakan WFH untuk merespons tingkat polusi udara yang tinggi. Selain itu ada juga kebijakan tilang uji emisi bagi kendaraan yang dinyatakan tidak lolos.
Lalu ada pula kebijakan memperluas ganjil genap dan memasifkan penggunaan transportasi publik.
Pemprov DKI juga melakukan sejumlah kebijakan untuk menekan polusi udara dengan melakukan penyemprotan air di sejumlah ruas jalan di ibu kota.
Namun begitu, Charles menilai seharusnya Pemerintah pusat ikut memantau perkembangan kebijakan Pemprov DKI dalam menekan polusi udara.
"Presiden jangan terlihat pasrah dalam menghadapi masalah polusi udara ini,” tegas Legislator dari Dapil DKI Jakarta III tersebut.
“Tetapi harus memegang komando utama dengan membuat roadmap dan memimpin semua pemangku kebijakan untuk menjalankannya. Serta melakukan pengawasan, termasuk lewat penegakan hukum yang tegas," lanjut Charles.
Senada dengan Charles, Anggota DPR RI dari Dapil DKI Jakarta I Putra Nababan menyoroti kurangnya kebijakan terpadu untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.
Ia menyebut masuknya DKI Jakarta sebagai kota besar di dunia dengan kualitas udara yang buruk juga disebabkan karena kurangnya ruang terbuka hijau.
Padahal taman-taman hijau dapat membantu mengatasi persoalan kualitas udara buruk.
Putra menilai, pembangunan di DKI Jakarta perlu dibarengi dengan pembukaan banyak ruang terbuka hijau sebagai salah satu bentuk pembangunan yang berkelanjutan.
"Kalau dulu waktu saya masih jadi repoter, daerah Semanggi itu disiapkan oleh Bung Karno sebagai paru-parunya Jakarta. Makanya daerah Semanggi itu banyak pohon-pohon yang hijau. Kalau kita lihat sekarang Semanggi itu sudah banyak gedungnya, pohonnya kecil-kecil hanya buat tata kota aja," kata Putra.
Hal tersebut ia sampaikan dalam program acara 'Ngobrolin DPR' melalui live Instagram bersama Aktris dan penyanyi Aurelie Moeremans, Rabu 19 September 2023.
Putra pun mengungkap DPR RI yang memiliki fungsi pengawasan itu pun berencana membentuk Panita Khusus (Pansus) untuk mendampingi Pemerintah dalam menentukan arah kebijakan mengatasi permasalahan polusi udara, khususnya di Jakarta.
Bersama Pemerintah, DPR disebut berkomitmen menghadirkan udara yang bersih bagi masyarakat.
"Kita bergerak di bidang kebijakan karena DPR fungsinya dalam hal pengawasan, mengawasi membuat undang-undang, membuat peraturan dan bersama Pemerintah menyiapkan anggaran. Eksekutornya memang hanya Pemerintah, kita hanya mendampingi pemerintah," tutup Putra.
Analis kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menuturkan, Pemerintah harus fokus dalam penanganan jangka menengah dan panjang dalam mengatasi masalah polusi udara.
Khususnya di DKI Jakarta yang kini masuk dalam daftar kota paling berpolusi di dunia. Oleh karena itu, ia menilai DPR sudah tepat memberikan dorongan kepada Pemerintah.
"Kebijakan yang diterapkan Pemerintah terkait dengan penanganan polusi udara itu memang tidak tepat karena Pemerintah pusat sendiri tidak fokus dalam penanganan polusi udara. Jadi dorongan dari DPR memang tepat sekali," kata Trubus, Kamis (21/9/2023).
Trubus menilai, saat ini Pemerintah pusat seakan lepas tangan kepada setiap kebijakan yang dibuat pemerintah daerah dalam menekan polusi udara.
Apalagi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta dalam penanganan polusi udara dianggap cenderung sporadis.
"Di satu sisi juga memang kebijakan yang dibuat Pemprov DKI cenderung bersifat sporadis, seolah hanya memberi penekanan biar keliatan ada suatu upaya. Tapi sesungguhnya itu semua setengah hati dan tidak sungguh-sungguh," sebut Trubus.
Salah satu kebijakan yang disoroti ialah terkait uji emisi bagi kendaraan bermotor. Menurut Trubus, Pemprov DKI tidak konsisten dalam membuat kebijakan tersebut.
Sebab saat ini aturan itu kembali ditiadakan padahal sebelumnya Pemerintah menggencarkan sosialisasi tentang pentingnya uji emisi.
Trubus menjabarkan, aturan uji emisi kendaraan sudah diatur dalam Pergub DKI Jakarta No 66 Tahun 2020. Namun kebijakan itu tidak dilaksanakan.
Padahal, menurutnya, hal itu merupakan solusi jangka panjang dalam mengurangi polusi udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor.
"Terkait uji emisi iItu tidak pernah diperhatikan, tidak menjadi fokus penanganan. Padahal uji emisi di Jakarta itu sudah ada Pergubnya. Di situ ada kewajiban uji emisi tapi yang terjadi Pemprov DKI tidak melaksanakannya," tegasnya.
Trubus menduga, kembali ditiadakannya tilang uji emisi oleh Pemprov lantaran masih banyak kendaraan operasional Pemprov DKI yang berusia lanjut dan terindikasi tidak lolos uji emisi.
Ia pun menilai kebijakan tilang uji emisi akan menjadi senjata makan tuan bagi Pemprov DKI apabila terus dilanjutkan.
"Dan lebih memalukan lagi aset atau kendaraan operasional DKI Jakarta umurnya sudah tua semua. Seperti yang kemarin viral kan. Nah ini perlu perhatian mengenai polusi. Di satu sisi Pemprov DKI sendiri tidak siap," terang Trubus.
"Jadi inilah yang mengindikasikan Pemprov DKI nggak siap. Pada akhirnya indikasi itu kuat karena akhirnya mencabut tilang uji emisi. Karena ketakutan dampak yang harus diterima kebijakan ini akan memercik muka sendiri," sambungnya.
Di sisi lain, menurut Trubus, Pemerintah pusat seakan lepas tangan dalam setiap kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI. Sebagai pemangku kebijakan tertinggi, seharusnya Pemerintah pusat memberikan arahan yang tepat kepada daerah yang menjalankan kebijakan untuk menekan polusi udara.
"Memang Pemerintah pusat yang harusnya berperan lebih besar untuk mempertemukan kepala daerah di wilayah penyangga Jakarta. Namun sama sekali tidak berbuat banyak, padahal harus ada kolaborasi antara daerah penyangga dalam mengurangi polusi di ibu kota," ungkap Trubus.
Selain itu, Trubus berpandangan kementerian dan lembaga juga harus ikut berperan dalam membantu penanganan masalah polusi udara. Dengan kolaborasi yang tepat bersama pemerintah daerah, diharapkan hal tersebut akan menciptakan sesuatu kebijakan jangka panjang.
"Menurut saya kesigapan DPR yang mendorong Pemerintah untuk jangka menengah dan jangka panjang perlu ada suatu kebijakan regulatif. Nantinya bisa dipakai bersama-sama untuk melihat solusi jangka panjang ini memang terus meningkat secara tajam," urai Trubus.
Trubus pun memberi contoh, penanganan kualitas udara di berbagai negara besar tidak bisa diciptakan dalam waktu singkat. Ia menyebut negara seperti Tiongkok dan Korea Selatan memerlukan waktu bertahun-tahun guna menciptakan kualitas udara yang baik bagi warganya. Ia berharap DPR dapat terus memberi tekanan kepada Pemerintah.
"Karena DPR itu kan merupakan representasi dari publik, sehingga punya kewenangan dan punya hak juga yang sangat strategis. Dalam hal ini untuk mengingatkan kepada Pemerintah yang selama ini memang cendrung abai atau kurang perhatian dalam memandang soal polusi," jelas Trubus.
Trubus mengingatkan bahwa negara harus menjamin kesehatan warga, dengan fokus dalam penanganan polusi udara. Sebab dampak negatif yang dibuat oleh buruknya kualitas udara merupakan masalah kesehatan yang terus menghantui masyarakat.
"Yang harus dilindungi itu kan warganya jadi dengan demikian maka kebijakan ya lebih memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bukan persoalan bagaimana kondisi yang terkait dengan sumber-sumber udara itu sendiri," tukasnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]