Komplikasi medis yang dimaksud antara lain meliputi gangguan fungsi jantung, kerusakan organ hati, kelainan hormon yang dapat memengaruhi pertumbuhan, osteoporosis atau pengeroposan tulang, serta peningkatan risiko infeksi akibat rendahnya daya tahan tubuh.
Selain aspek medis, talasemia mayor juga membawa dampak besar dari sisi psikologis dan sosial. Perubahan fisik akibat penyakit ini dapat menimbulkan tekanan emosional, rasa rendah diri, serta memicu stigma di lingkungan sosial.
Baca Juga:
Tenaga Kesehatan Tertular MERS di Riyadh, Jemaah Diminta Tingkatkan Proteksi
Di sisi lain, dari aspek pembiayaan kesehatan, penyakit ini juga menyedot anggaran yang sangat besar.
Berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan, satu pasien talasemia mayor membutuhkan dana sekitar Rp5 miliar untuk pembiayaan pengobatan dari lahir hingga usia 18 tahun.
Biaya tersebut mencakup transfusi darah berkala, terapi kelasi besi, rawat jalan, serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Baca Juga:
Kasus Kanker Naik, Menkes: Deteksi Dini Jadi Kunci Selamatkan Nyawa
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika pada tahun 2021, talasemia termasuk dalam lima besar penyakit katastropik dengan pembiayaan tertinggi di Indonesia.
Melihat tingginya beban yang ditimbulkan, baik bagi pasien, keluarga, maupun sistem kesehatan nasional, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus mengampanyekan pentingnya deteksi dini.
Salah satu langkah preventif yang dianggap sangat efektif adalah melakukan skrining talasemia sebelum memasuki jenjang pernikahan.