Tak hanya itu, penyamaan kelas layanan dianggap melanggar prinsip keadilan sosial yang seharusnya menjunjung asas proporsionalitas. Peserta JKN yang membayar iuran lebih tinggi selama ini berhak atas layanan yang sesuai dengan kontribusinya.
“Keadilan bukan berarti sama rata. Mereka yang patuh membayar iuran juga punya hak atas layanan yang lebih baik,” lanjutnya.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Ubah Kelas 1, 2, 3 Menjadi KRIS Mulai 30 Juni 2025
Penerapan KRIS satu ruang juga dinilai menyimpang dari semangat gotong royong yang menjadi dasar Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Jika seluruh peserta mendapatkan layanan yang sama tanpa diferensiasi iuran, maka makna subsidi silang dalam sistem JKN menjadi kabur.
FSP Kerah Biru-SPSI juga menyoroti potensi meningkatnya antrean pasien akibat pembatasan maksimal empat tempat tidur per ruang.
Baca Juga:
Iuran BPJS Kesehatan Jadi Tarif Tunggal Setelah KRIS Diterapkan
Dengan infrastruktur yang belum mencukupi, kebijakan ini dikhawatirkan justru menambah beban fasilitas kesehatan, bukan memperbaikinya.
“Jangan sampai masyarakat malah semakin sulit mendapatkan perawatan hanya karena infrastruktur belum siap.”
Lebih lanjut, serikat pekerja menilai belum adanya regulasi teknis pelaksana dari Kementerian Kesehatan hingga akhir Juni 2025 sebagai bukti bahwa implementasi KRIS masih jauh dari siap.