“Ketika menghadapi pengeroyokan, risiko siapa yang akan selamat atau tidak tentu tidak dapat diprediksi. Jika terdesak, siapa pun akan berusaha melindungi diri dengan cara apa pun,” jelas Denih.
Senjata api tersebut diketahui merupakan inventaris yang melekat pada salah satu prajurit berstatus Aide de Camp (ADC) atau ajudan. “Karena jabatan A adalah ADC, maka senjata tersebut memang SOP-nya melekat,” tambahnya.
Baca Juga:
Kisah Haru Babinsa Simalungun, Ayah Tangguh yang Selalu Gendong 'Anak Surganya'
Evaluasi Penggunaan Senjata Api
Denih memastikan evaluasi menyeluruh akan dilakukan terkait penggunaan senjata api oleh prajuritnya.
“Ke depan, kami akan mengevaluasi penggunaan senjata api agar sesuai prosedur. Namun, dalam situasi pengeroyokan, tentara yang sudah terlatih cenderung mengandalkan insting dan kecepatan dalam mengambil keputusan,” jelasnya.
Baca Juga:
KSAD Maruli Bongkar Strategi Besar TNI Terkait Pembentukan 22 Kodam Baru
Denih menegaskan, pihaknya tidak akan mentoleransi kesalahan apa pun. Ketiga anggota TNI AL yang terlibat telah diproses secara hukum oleh Pusat Polisi Militer TNI AL.
“Sikap Angkatan Laut jelas: siapa pun yang terbukti bersalah akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” tegas Denih.
Kasus ini menambah dimensi baru pada insiden yang terjadi pada Kamis (2/1/2025) lalu, yang menewaskan Ilyas dan melukai Ramli, korban lain yang mengalami luka tembak.