"Yang mengantar hanya sopir ambulans, tidak ada polisi yang mendampingi, padahal mereka yang menangkap paman saya di rumah. Anehnya, tidak ada surat keterangan apa pun," ungkap UL, Selasa (31/1).
Untuk mengetahui penyebab kematian FR, keluarga meminta sopir ambulans itu menghubungi pihak Polda Lampung atau Polres Lampung Utara. Namun, orang yang dimaksud tidak bisa menjelaskan, sehingga membuat keluarga semakin menaruh kecurigaan.
Baca Juga:
OJK Lampung Catat Penyaluran Kredit UMKM Kuartal III-2024 Meningkat 14,42%
"Kami tidak puas dengan jawabannya, tiap ditanya berbelit-belit. Dari gaya bahasanya yang ditelepon itu polisi," ujarnya.
Kecurigaan terjadi sesuatu yang janggal semakin besar ketika keluarga membuka kantung jenazah. Wajah FR penuh dengan luka lebam.
Tangis histeris tak terelakkan dari istri, anak, dan keluarganya. Luka lebam itu ternyata terdapat di hampir seluruh tubuhnya, ada juga beberapa bagian tubuh patah, bahkan terdapat bekas luka sundutan rokok.
Baca Juga:
Besok! Debat Pamungkas Pilgub Lampung Siap Digelar, Ini Temanya
"Luka di kening memar, hidung patah, bibir luka, luka memar di telinga, di badan banyak luka seperti disundut rokok. Pergelangan kaki kanan dan kiri patah, lutut kanan patah, ada juga beberapa luka gosong di betis seperti bekas ditembak," terangnya.
Keluarga pun menyesalkan sikap Polda Lampung dan Polres Lampung Utara yang melakukan penegakan hukum secara tak prosedural dan tak menghargai keluarga. Keluarga meyakini FR tewas akibat dianiaya polisi.
"Orang ditangkap itu kan ada prosesnya, diperiksa, disidang. Ini belum 1×24 jam sudah dinyatakan meninggal. Berarti waktu perjalanan dari Indralaya ke Lampung, paman saya disiksa," kata dia.