WAHANANEWS.CO, Tangerang Selatan - Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan Tubagus Apriliandhi Kusumah Perbangsa (TAKP) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan sampah di Kota Tangerang Selatan, dengan nilai proyek mencapai Rp 75,9 miliar.
Tubagus, yang menjabat sebagai pejabat di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan, diketahui merangkap dua peran penting dalam proyek ini, yaitu sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Baca Juga:
Ada Hasil Keringat Masyarakat, MARTABAT Prabowo-Gibran: Penahanan Tersangka Korupsi Pengelolaan Sampah di Tangsel Jadi Warning bagi Seluruh Daerah
“Yang bersangkutan terlibat sejak awal, mulai dari proses pemilihan penyedia jasa hingga pencairan anggaran,” ujar Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna, pada Rabu (17/4/2025).
Rangga menjelaskan, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun Tubagus dan dijadikan acuan dalam negosiasi harga ternyata dibuat secara asal-asalan.
“HPS tidak disusun secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Baca Juga:
Kasus Kelola Sampah Rp75,9 Miliar, Kadis Lingkungan Hidup Tangsel Jadi Tersangka Korupsi
Tak hanya itu, Tubagus juga tidak melakukan klarifikasi teknis terhadap produk dan layanan yang ditawarkan oleh PT Ella Pratama Perkasa (EPP), perusahaan penyedia jasa dalam proyek pengangkutan dan pengelolaan sampah tersebut.
Rangga mengungkapkan bahwa kontrak yang disahkan Tubagus pun bermasalah karena tidak mencantumkan rincian teknis yang krusial.
“Rancangan kontrak yang disahkan oleh tersangka selaku PPK ternyata tidak disusun dengan benar karena tidak mengatur sama sekali tujuan lokasi pengangkutan sampah dan tidak mengatur bagaimana teknis pengelolaan sampah yang harus dilakukan,” katanya.
Dalam pelaksanaannya, Tubagus membiarkan PT EPP tidak menjalankan pekerjaan sesuai kontrak. Ia juga tidak melakukan pengawasan terhadap lokasi pembuangan sampah, yang ternyata tidak sesuai dengan standar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Padahal sebagai PPK, tersangka memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan sesuai kontrak,” ujar Rangga.
Meski pekerjaan tak sesuai ketentuan dan administrasi belum lengkap, Tubagus tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan mencairkan pembayaran secara penuh kepada PT EPP.
Atas perbuatannya, TAKP dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula pada Mei 2024, saat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan melakukan pengadaan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah dengan PT EPP sebagai penyedia.
Namun, hasil penyidikan menunjukkan adanya dugaan persekongkolan antara pihak DLH dengan PT EPP bahkan sebelum proses pemilihan penyedia dilakukan.
PT EPP sendiri diketahui tidak memiliki fasilitas, kapasitas, maupun kompetensi untuk menjalankan pekerjaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala DLH Tangerang Selatan Wahyunoto Lukman telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Pandeglang.
Rangga mengungkapkan bahwa Wahyunoto secara aktif turut menentukan lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi standar teknis.
“Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya lagi.
Wahyunoto juga diduga bersekongkol dengan Tubagus dalam mengurus perubahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) milik PT EPP agar tampak memenuhi syarat sebagai penyedia jasa pengelolaan sampah.
Hingga kini, penyidik masih mendalami lebih lanjut dugaan aliran dana yang masuk ke Wahyunoto.
“Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya,” pungkas Rangga.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]