WahanaNews.co, Jakarta - Tiga prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat yang terlibat dalam pembunuhan warga Aceh Imam Masykur, diduga telah melakukan pemerasan terhadap pemilik toko obat ilegal sebanyak belasan kali.
Informasi ini muncul dalam sidang dengan pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, pada hari Senin (30/10/2023).
Baca Juga:
Ibu di Deli Serdang Ditetapkan Tersangka Setelah Dua Kali Membunuh Anak Kandungnya
Letkol (Chk) Upen Jaya Supena, salah satu Oditur Militer, menyampaikan bahwa para terdakwa telah melakukan penggerebekan di toko obat sebanyak 14 kali sebagai modus operandi untuk memeras pemilik toko.
"Pada periode dari April 2022 hingga Agustus 2023, para terdakwa telah melakukan penggerebekan di toko obat sebanyak 14 kali," ujar Upen di ruang sidang pada hari Senin.
Pemilik toko yang ditemukan menjual obat-obatan terlarang kemudian diminta membayar sejumlah uang dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan mereka. Dari tindakan ini, para terdakwa berhasil mendapatkan keuntungan dalam jumlah yang mencapai ratusan juta rupiah.
Baca Juga:
Tragis! Suami di Serdang Bedagai Tikam Istri Saat Live Karaoke di Facebook hingga Tewas
Melansir Kompas, demi memuluskan aksinya, tiga anggota TNI itu menipu pemilik toko dengan mengaku sebagai polisi setiap kali menggerebek dan memeras toko obat ilegal.
Menurut Upen, ketiga anggota TNI bahkan sampai membuat surat tugas palsu. Tak tanggung-tanggung, para terdakwa berinisiatif sendiri membentuk tim modus buser kepolisian.
"Mereka menggunakan surat perintah tugas kepolisian palsu yang dibuat oleh terdakwa tiga (Praka Jasmowir) dengan peran-perannya masing-masing," ungkap Upen.
Tak hanya membuat surat tugas palsu, ketiga terdakwa juga memalsukan pangkat kepolisian sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Riswandi berperan sebagai kepala unit di kepolisian, Heri sebagai anggota kepolisian atau driver, Jasmowir sebagai wakil kepala unit kepolisian dan saksi 6 (ZS) sebagai pendamping atau OB.
Atas pemalsuan surat tugas yang dibuat, Upen menyebut terdakwa telah memeras belasan pemilik toko obat, termasuk Imam Masykur yang nasibnya berujung tragis.
Riwayat karier ketiga prajurit TNI itu sontak terhempas. Mereka didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap warga Aceh bernama Imam Masykur di dalam mobil.
Berdasarkan perbuatan di atas, ketiganya didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
"Ketiga terdakwa terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun," tutur Upen.
Ketiganya menculik Imam dari toko obatnya di wilayah Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan. Para pelaku menganiaya Imam hingga tewas. Jasad Imam ditemukan di aliran sungai kawasan Karawang, Jawa Barat.
Selain tiga prajurit itu, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menetapkan tiga warga sipil sebagai tersangka kasus tersebut, yaitu AM dan Heri, dua orang penadah hasil kejahatan para pelaku.
Satu lagi yakni Zulhadi Satria Saputra alias MS yang merupakan kakak ipar Praka Riswandi Manik.
Melansir Kompas, kuasa hukum keluarga Imam Masykur, Stein Siahaan, berharap majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan hukuman mati terhadap tiga anggota TNI terdakwa pembunuh warga Aceh itu.
Ketiga terdakwa bernama Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir.
"Mudah-mudahan nanti dari hasil pemeriksaan saksi, ketiga terdakwa bisa diputus hukuman mati," tutur Stein kepada wartawan seusai sidang perdana di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Senin (30/10/2023).
Menurut Stein, penyiksaan yang dilakukan ketiga terdakwa terhadap Imam cukup keji.
Riswandi dkk diketahui melontarkan pukulan bertubi-tubi ke area vital Imam hingga korban meninggal dunia.
"Perbuatan para terdakwa yang membuat korban menderita patah rahang dan lidah sangat tak manusiawi. Tak pantas dilakukan anggota TNI kepada rakyat," ujar Stein.
Stein menyatakan kepuasannya terhadap dakwaan pembunuhan berencana yang diajukan oleh oditur militer. Dia berharap bahwa majelis hakim akan memberikan putusan yang sesuai dengan dakwaan oditur militer.
"Kami merasa puas dengan dakwaan yang telah disampaikan oditur militer selama persidangan, di mana ketiga terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati," ujar Stein.
Selain keluarga korban, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Aceh, Sudirman, juga mengungkapkan harapannya yang serupa. Sudirman ingin memastikan bahwa keluarga Imam akan mendapatkan keadilan dalam proses peradilan ini. Terutama karena ibu Imam masih mengalami trauma setelah kepergian anaknya yang tak akan kembali.
"Kami telah mengawal kasus ini sejak awal hingga saat ini, dan kami ingin keadilan ditegakkan dalam kasus ini. Kami berharap agar terdakwa dijatuhi hukuman sesuai dengan hukuman maksimal yang dapat diberikan," kata Sudirman.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]