Pernyataan itu dikuatkan dalam. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK), serta UU Nomor 23 tahun 2002 dan perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Pun dalam Pasal 473 ayat (2) huruf b UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP Baru disebut persetubuhan terhadap anak merupakan pemerkosaan.
Baca Juga:
Mensos Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah Harus Dihukum Berat
"Sangat disayangkan peningkatan pengetahuan polisi mengenai kekerasan seksual cukup minim. Sama sekali tidak sulit memahami ini dan berempati pada korban anak," bebernya.
Berpihak pada korban
Dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak, aparat penegak hukum perlu berpihak kepada korban.
Baca Juga:
Petinggi Partai di Kota Bekasi Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Begini Kronologinya
Retno mengimbau agar semua pihak mendukung korban, dengan cara percaya dahulu pada korban. Pasalnya, korban anak tidak mungkin mengarang cerita kejahatan seksual.
Di sisi lain, Maidina meminta polisi memahami gender supaya tidak terkesan turut menyalahkan korban dalam proses penyidikan. Dalam banyak kasus, laki-laki cenderung lekat dengan maskulinitas
"Menyalahkan korban apalagi menggali riwayat seksual korban dilarang oleh undang-undang, dan hanya memperburuk citra polisi," jelasnya.