WahanaNews.co, Medan - Kapolda Sumut, Komjen Agung Setya Imam Effendi, mengungkapkan sosok Bebas Ginting sebagai pemberi perintah pembunuhan terhadap Rico Sempurna Pasaribu dan tiga anggota keluarganya, ternyata punya catatan kriminal.
Berdasarkan pemeriksaan latar belakangnya, Bebas Ginting diketahui pernah dipenjara dua kali karena terlibat dalam tindak pidana.
Baca Juga:
Komentar KSAD Maruli tentang Keterlibatan TNI dalam Kasus Pembunuhan Wartawan Karo
"Terkait latar belakang saudara B, kami telah menemukan fakta bahwa ia telah dua kali menjalani hukuman," kata Komjen Agung Setya Imam Effendi, melansir Tribun Medan, Senin (15/7/2024).
"Salah satu kasusnya adalah pembunuhan," lanjutnya.
Dua pekan lebih setelah pembunuhan Rico Sempurna Pasaribu dan tiga anggota keluarganya, polisi belum mengungkap motif di balik kejahatan ini. Polisi masih terus menggali motif pembunuhan wartawan di Kabupaten Karo tersebut.
Baca Juga:
Terungkap, Rp3,3 Juta Biaya Pembunuhan Wartawan Karo dan Keluarganya
Agung menjelaskan bahwa pihaknya akan memeriksa kondisi psikologis tiga tersangka yang sudah ditangkap, yaitu Yunus Syahputra Tarigan dan Rudi Apri Sembiring sebagai eksekutor pembakaran rumah Rico Sempurna Pasaribu, serta Bebas Ginting sebagai orang yang memerintahkan dan membayar eksekutor masing-masing Rp 1 juta.
"Kami akan melakukan pemeriksaan psikologis yang tepat untuk menangkap apa yang ada di dalam pikiran mereka, kepribadiannya, dan mengungkap lebih dalam motif mereka," sebutnya.
Sebelumnya, kebakaran yang terjadi di Jalan Nabung Surbakti, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, pada Kamis (27/6/2024) dini hari menyebabkan empat orang yang berada di dalam rumah tersebut tewas.
Keempat korban adalah Sempurna Pasaribu, seorang wartawan; Efrida Ginting (48), istri Sempurna; Sudi Inveseti Pasaribu (12); dan Lowi Situngkir (3), cucu Sempurna.
Saat konferensi pers di Polres Karo pada 8 Juli lalu, Kapolda Sumut Komjen Agung Setya Imam Effendi menyebut ternyata rumah korban dibakar.
Polisi pertama kali menangkap dua tersangka yakni Yunus Syahputra (SYT) dan Rudi Apri Sembiring sebagai eksekutor.
Komjen Agung Setya Imam Effendi mengatakan, keduanya terekam beberapa kamera pengawas (CCTV) yang ada di sekitar lokasi kejadian sebelum membakar, saat mengintai.
Selanjutnya, salah satu pelaku Yunus membakar rumah korban menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dicampur solar.
"Dari keterangan para saksi dan bukti-bukti yang kita dapat, kita tangkap saudara R dan saudara Y yang menjadi pelaku atas kasus ini," ucapnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut menduga Polda Sumut akan melimpahkan laporan Eva Meliani Pasaribu, anak mendiang Rico Sempurna Pasaribu ke Polres Tanah Karo.
Padahal maksud dan tujuan melapor ke Polda Sumut pada 8 Juli lalu agar semua proses pemeriksaan dilakukan di sana supaya Eva merasa nyaman, ketimbang di Polres Tanah Karo.
Anak Korban Minta Perkara Ditangani Polda Sumut Terintimidasi jika Ditangani Polres Karo
Direktur LBH Medan Irvan Saputra menyebut, Eva merasa terancam karena penyidik melayangkan pertanyaan dan menuntut jawaban sesuai keinginan mereka pada pemeriksaan sebelumnya.
Padahal, Eva sendiri tidak mau menjawab atau mengiyakan pertanyaan yang diarahkan tersebut.
"Menyusul adanya kabar Polda Sumut akan melimpahkan berkas laporan Eva Meliana Pasaribu, ke Polres Tanah Karo, harusnya Polda Sumut memikirkan psikologis pelapor karena sebelumnya dia merasa ada tekanan saat diperiksa di sana beberapa waktu lalu," kata Irvan, Minggu (14/7/2024).
Irvan merasa, saat pemeriksaan awal dilakukan terhadap Eva yang dilakukan penyidik Polres Tanahkaro, ada kesan penyidik tidak benar-benar serius mau mengungkap kasus ini.
Penyidik diduga mengarahkan Eva agar kebakaran yang menewaskan empat anggota keluarganya terlihat seperti kecelakaan, bukan pembunuhan.
"Kami khawatir bahwa pemeriksaan di Polres Tanahkaro tidak akan objektif. Sejak awal sudah ada indikasi ketidakberesan dalam proses pemeriksaan."
Oleh karena itu, LBH Medan sebagai kuasa hukum Eva Meliana Pasaribu meminta Polda Sumut untuk tidak melimpahkan berkas kasus ini ke Polres Tanahkaro.
Tujuannya adalah untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pelapor, terutama kepada saksi lainnya yang kini sudah bersedia memberikan keterangan.
"Menurut Pasal 113 KUHAP, jika tersangka atau saksi tidak dapat memenuhi panggilan dengan alasan yang wajar, penyidik dapat mendatangi tempat tinggal mereka. Berdasarkan hal ini, kami meminta agar pemeriksaan dilakukan di Polda Sumut saja," kata Irvan.
Koordinator KKJ Sumatera Utara, Array A Argus, juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, permintaan LBH Medan dan timnya sangat beralasan karena Eva merasa tidak nyaman dan tertekan selama pemeriksaan awal.
"Kami meminta Polda Sumut dan Polres Tanahkaro untuk menangani kasus ini secara objektif. Jangan ada yang ditutup-tutupi," kata Array.
Array juga menyatakan bahwa hingga kini polisi belum mengungkap motif pembakaran yang menewaskan Rico Sempurna Pasaribu dan keluarganya.
Ia khawatir penanganan kasus ini hanya berhenti pada tiga tersangka tanpa mengejar aktor intelektualnya.
"KKJ Sumut mendorong semua pihak untuk mengawal penanganan kasus ini. Semakin banyak yang mengawal, diharapkan kasus ini bisa terungkap dengan jelas," kata Array.
Ia juga berpesan kepada wartawan di Sumatera Utara untuk bekerja secara profesional dan tidak menyalahgunakan profesi mereka untuk kepentingan tertentu yang dapat merusak citra jurnalis di Sumatera Utara.
"Kami meminta wartawan untuk menjaga integritas dan tidak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi."
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]