WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang anggota polisi, Brigadir Muhammad Nurhadi, ditemukan tewas di kolam renang sebuah penginapan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, pada 16 April 2025 lalu.
Awalnya kematian Nurhadi dilaporkan oleh dua atasan langsungnya, Kompol I Made Yogi Putusan Utama dan Ipda Aris Candra.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Bagi Paket Bansos untuk Anak Yatim dan JKM
Namun, hasil penyelidikan mengungkap bahwa keduanya justru menjadi tersangka dalam kasus yang diduga kuat melibatkan tindak kekerasan.
Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan Kompol Yogi dan Ipda Aris sebagai tersangka pada 17 Mei 2025, usai dilakukan ekshumasi terhadap jasad Nurhadi pada 1 Mei 2025.
Ekshumasi dilakukan karena keluarga korban mencurigai adanya kejanggalan dalam laporan kematian, terutama setelah melihat luka lebam di wajah dan tubuh Nurhadi.
Baca Juga:
Lepas Kirab Kenderaan Peringatan Harganas ke-32, Ini Kata Wabup Dairi
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, membenarkan bahwa dari hasil ekshumasi, ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan.
"Ada ditemukan tanda-tanda kekerasan," kata Syarif, Rabu (25/6/2025).
Kepolisian kemudian menjerat kedua perwira itu dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dunia.
Ancaman hukuman dalam perkara ini mencapai 7 tahun penjara.
Sehari setelah penetapan dua perwira sebagai tersangka, seorang perempuan berinisial M juga ditetapkan sebagai tersangka karena berada di lokasi kejadian saat insiden terjadi.
Tak hanya berhadapan dengan hukum pidana, Kompol Yogi dan Ipda Aris juga menghadapi sanksi etik.
Keduanya diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi Polri dalam sidang etik yang digelar pada 27 Mei 2025.
"Saat ini ketiga tersangka masih dalam penahanan di Polda NTB," kata Kombes Syarif.
Dalam proses hukum yang tengah berjalan, pengacara Kompol Yogi, Suhartono, menyatakan bahwa kliennya bersikap kooperatif selama pemeriksaan.
“Dalam 5 jam pemeriksaan, ada 31 pertanyaan dari penyidik. Pada intinya, klien kami sangat kooperatif, semua dijawab dengan lancar. Kami serahkan penilaiannya ke penyidik,” ujar Suhartono saat ditemui di gedung Ditreskrimum Polda NTB, Senin (23/6/2025).
Ia juga menyebut pihaknya telah mengajukan saksi dan ahli yang meringankan.
“Kami sudah ajukan,” kata Suhartono. Menurutnya, ada banyak kepentingan yang bersinggungan dalam kasus ini.
“Saya rasa, banyak pihak yang punya kepentingan di kasus ini, khususnya apa sih yang menjadi penyebab kematian almarhum. Semoga dengan adanya penyidikan ini, semua bisa menjadi terang karena sejatinya penyelidikan mencari itu siapa pelakunya, nanti semua akan tampak,” ujarnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan unsur kekerasan dalam tubuh institusi kepolisian, dan menggambarkan bagaimana penyelidikan forensik serta etika profesi memainkan peran krusial dalam menegakkan keadilan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]