Antara lain di Ciamis
(13/12/2020), Cianjur (14/12/2020), Tangerang (16/12/2020), Medan (16/12/2020), dan Sampang (16/12/2020).
Pengamat kepolisian dari Institute for
Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan, sikap polisi menghadapi aksi massa Rizieq ini akan
menunjukkan bagaimana kredibilitas penegakan hukum protokol kesehatan oleh
kepolisian.
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
Idealnya, kata dia, polisi akan tegas membubarkan apabila memang massa yang hadir menimbulkan
kerumunan dan melanggar protokol kesehatan.
Hal itu tentu menegaskan bahwa tidak
ada upaya penegakan hukum yang tebang pilih bagi aparat.
Saat ini, kata dia, masyarakat sedang
memelototi setiap pergerakan yang dilakukan aparat. Sehingga, sudah barang
tentu polisi juga akan bertindak sebagaimana mestinya.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
"Di situlah letak ujian
konsistensi penegakan hukum oleh kepolisian," kata Bambang, saat dihubungi wartawan.
"Kalau tidak konsisten, akibatnya
bisa muncul asumsi bahwa penegakan hukum pada Rizieq bukan sekedar karena
pertimbangan hukum, tetapi dipengaruhi
pertimbangan-pertimbangan non-hukum, politik di antaranya,"
imbuhnya.
Selain itu, kata dia, penggunaan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
pun harus dimaksimalkan dalam aksi tersebut, apabila
memang terjadi pelanggaran.