PPHN juga mendapat perhatian serius dua tokoh, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dan Pakar Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Sofian Effendi.
Menurut Pontjo, PPHN sebagai arah pembangunan bangsa sangat penting dan harus dimiliki Indonesia, sebab memiliki fungsi kontinuitas dalam hal ini pembangunan Indonesia.
Baca Juga:
Bambang Soesatyo Ungkap Akan Rapat Konsultasi Dengan Presiden Jokowi
Makin penting lagi, menurut Pontjo, PPHN bukan hanya sekedar rancangan teknis, tapi juga merupakan wadah penampung aspirasi masyarakat minoritas.
“Minoritas tidak peduli dengan siapa yang menjadi pemimpin, yang penting aspirasi mereka sebagai rakyat terakomodir melalui haluan negara itu,” katanya, usai acara launching dan bedah buku.
Pontjo juga menegaskan, PPHN lebih baik dihadirkan melalui Konvensi. Alasannya, walaupun MPR bukan lagi sebagai lembaga tetinggi negara, tapi kewenangannya terkait konstitusi yang tidak bisa dijangkau lembaga lain. Jadi, produk-produk MPR tidak semestinya dibatalkan lembaga lain.
Baca Juga:
Soal Penundaan Pemilu, Bamsoet: Saya Hanya Ajak Berpikir, Masa Gak Boleh?
“Intinya, produk MPR tidak boleh dibatalkan lembaga lain. Oleh karena itu terobosannya harus melalui Konvensi. Walaupun tidak sekuat UUD, namun Konvensi tidak tunduk pada perubahan UU. Jika melalui UU, bisa saja dia dibatalkan di MK,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Sofian Effendi mengungkapkan bahwa PPHN adalah pelaksanaan dari Pancasila, salah satunya sila ke lima karena tujuan negara dibentuk adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. PPHN adalah alat untuk mencapai keadilan tersebut.
Untuk menyusun haluan negara itu perlu dukungan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Sebagai lembaga yang menjadi representasi kedaulatan rakyat, MPR adalah lembaga yang tepat untuk menyusun PPHN dengan TAP MPR menjadi instrument untuk menghadirkannya.