WAHANANEWS.CO, Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang dikenal sebagai PP Tunas, diproyeksikan menjadi regulasi strategis yang tidak hanya memperkuat sistem perlindungan anak di ranah digital, tetapi juga mengubah peta ekosistem digital Indonesia.
Aturan ini akan membatasi akses industri terhadap sekitar 80 juta anak pengguna internet di seluruh Tanah Air, sehingga membutuhkan penyesuaian besar bagi berbagai platform digital.
Baca Juga:
Gaji Pokok Tetap Kecil, Inilah Deretan Tunjangan Fantastis Anggota DPR
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, saat memberikan sambutan pada puncak acara Anugerah Jurnalistik Komdigi (AJK) 2025 yang digelar di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Meutya menegaskan bahwa PP Tunas tidak akan langsung diberlakukan dalam waktu dekat karena pemerintah perlu memastikan kesiapan semua pemangku kepentingan sebelum aturan tersebut berjalan penuh.
Ia menyebut adanya sejumlah tahapan yang harus dilalui agar implementasi regulasi ini benar-benar efektif.
Baca Juga:
Isu Negara Akan Ambil Tanah Girik Tahun 2026 Dibantah ATR/BPN
"Ada transisi dan perlu penyesuaian serta edukasi ke pemerintah daerah serta anak-anak," kata Meutya.
Dalam kesempatan itu, Meutya juga menyoroti salah satu karya jurnalistik pemenang dari kategori media online yang ditulis oleh Irawan dari kompas.com.
Karya tersebut mengangkat kisah seorang anak asal Sulawesi Selatan bernama Deta, yang mengalami perundungan setelah menyampaikan kritik terkait rokok. Menurut Meutya, kisah Deta mencerminkan kerentanan anak-anak di dunia digital.
Ia menekankan bahwa persoalan yang dialami Deta merupakan bagian dari isu yang lebih luas.
Meutya menilai perundungan digital bukan hanya problem lokal, tetapi telah menjadi fenomena global yang menuntut perhatian serius dari para pemangku kepentingan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenkominfo, Ismail, menyampaikan bahwa penyelenggaraan AJK 2025 menjadi wadah penghargaan bagi para jurnalis yang selama ini berperan penting dalam meningkatkan literasi digital masyarakat.
Menurutnya, pemerintah terus berkomitmen menghadirkan ruang digital yang aman, inklusif, dan ramah anak.
Pada ajang tahun ini, terdapat 329 karya jurnalistik yang dikirimkan oleh 209 jurnalis, menunjukkan antusiasme tinggi insan pers dalam mengangkat isu-isu digital, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan anak.
Jurnalis dianggap sebagai mitra strategis pemerintah dalam menyebarkan pesan edukatif dan mendorong advokasi yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.
Perwakilan Dewan Juri AJK 2025, Hendrasmo, turut memberikan apresiasi atas kualitas karya yang masuk dalam penilaian.
Ia menyebut bahwa para peserta mampu mempertahankan standar jurnalistik di tengah tantangan era digital.
Hendrasmo menegaskan bahwa para jurnalis telah menunjukkan relevansi dan eksistensinya di tengah gempuran disrupsi teknologi dengan tetap menghasilkan karya yang informatif dan memberi nilai edukasi bagi masyarakat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]