WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan komitmennya untuk mendorong kebijakan perdagangan yang inklusif gender serta pemberdayaan perempuan dalam berbagai sektor ekonomi pada The First Meeting of The Policy Partnership on Women and the Economy 2024 (PPWE l).
Kemen PPPA menyoroti peran krusial perempuan dalam perdagangan dan ekonomi, serta langkah-langkah konkret yang telah diambil untuk mengatasi hambatan structural yang dihadapi oleh perempuan dalam mengakses pelatihan teknis, finansial, pasar, dan digital literasi.
Baca Juga:
Kemen PPPA Komit Dampingi dan Selesaikan Dugaan Kasus Kekerasan Seksual Anak di Kota Balikpapan
Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Indra Gunawan, menyampaikan bahwa sebanyak 64,5% usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dimiliki dan dikelola oleh perempuan.
"Dengan mendukung UMKM setara dengan memberdayakan mayoritas perempuan di Indonesia," kata Indra.
Fokus Indonesia adalah memperkuat akses perempuan terhadap peningkatan kapasitas teknis, keuangan, pasar, dan sumber daya digital dan teknologi.
Baca Juga:
Wamen PPPA Dorong Kolaborasi Wujudkan Infrastruktur Ramah Perempuan dan Anak
Upaya ini dilakukan melalui inisiatif seperti pengembangan produk, formalisasi bisnis, pameran dagang, dan pemasaran digital.
Selain itu, program peningkatan kapasitas dijalankan untuk mendorong kewirausahaan berperspektif gender, yang sejalan dengan mandat Presiden RI untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang responsif gender.
Dalam kesempatan ini, Indonesia juga mengajak seluruh negara di kawasan Asia Pasifik untuk bersama-sama menerapkan kebijakan yang mendukung perempuan dalam industri rumah tangga atau wirausaha ultra mikro.
"Peran perempuan dalam industri ini terbukti mampu membantu menyelamatkan perekonomian nasional dari resesi ekonomi global. Mereka berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan keluarga," ujar Indra.
Dalam sektor kesiapsiagaan darurat, Indonesia mengakui peran penting perempuan dari tahap pra bencana hingga pasca bencana.
Delegasi Indonesia menekankan pentingnya strategi penanggulangan bencana yang responsif gender, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang Pengarusutamaan Gender dalam Penanggulangan Bencana.
Ketersediaan data terpilah berbasis gender dalam sektor penanggulangan bencana, dapat menunjukkan adanya ketimpangan gender atas dampak bencana terhadap kelompok rentan termasuk disabilitas.
Dalam merespon ketimpangan gender dalam isu perubahan iklim, Pemerintah Indonesia juga telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim yang menekankan pentingnya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dimana kelompok perempuan dan anak lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Menurut Indra, rencana aksi ini bertujuan menciptakan keadilan dan keamanan sosial terhadap bencana dan perubahan iklim, melalui keterlibatan dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan.
Dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender, Indonesia menekankan kembali pentingnya perlindungan bagi kelompok rentan, dalam hal ini adalah perempuan dan anak.
Inisiatif pemerintah seperti Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan dan penyediaan Layanan Hotline SAPA 129 menunjukkan komitmen Indonesia dalam memfasilitasi akses bagi korban untuk melaporkan tindak kekerasan.
Sebagai penutup, Indra kembali menegaskan komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip APEC, serta mengajak seluruh negara anggota untuk mempromosikan kerjasama di bidang ekonomi dan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang inklusif gender.
"Dengan memperkuat kolaboasi, kita akan mampu mengatasi tantangan, memperkuat ketahanan, dan memaksimalkan potensi kawasan Asia Pasifik.
[Redaktur: Zahara Sitio]