"Pertama, berkaitan dengan profesi, ada pasal-pasal dalam RUU ini belum memenuhi unsur-unsur perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga medis/kesehatan," ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi. Dia mengungkapkan muatan RUU itu tidak memberikan kepastian terkait kontrak kerja bagi tenaga medis dan kesehatan.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Reformasi di Bidang Pelayanan
"Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja, sebagaimana UU existing yang seharusnya cukup dibuat peraturan perundang-undangan pada tingkat di bawahnya yang lebih spesifik," ujarnya.
2. Hapus pembiayaan tenaga kesehatan
Adib menganggap RUU 'Sapu Jagat' itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Dapat Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
"Kemudian berkaitan dengan mandatory spending (pembiayaan oleh negara) anggaran yang sebelumnya ada di kesehatan, sudah diusulkan di RUU yang dibuat oleh badan legislatif, 10 persen untuk APBN dan APBD tapi kemudian dihilangkan oleh pemerintah," ujar Adib.
3. Penyusunan RUU tidak transparan
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut dalam proses penyusunan hingga pembahasan RUU Kesehatan, kelima organisasi profesi sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) tidak dilibatkan. Bahkan menurutnya cenderung tak didengar.