WahanaNews.co | Pemerintah mengatakan bakal terus mewaspadai sejumlah risiko yang bisa mempengaruhi perekonomian tanah air. Namun, pemerintah memastikan seluruh gejolak yang ada saat ini akan diredam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan sejumlah risiko yang terus diawasi pemerintah saat ini, diantaranya kebijakan 'Zero Covid-19' oleh China.
Baca Juga:
Bersama Timpora Kantor Imigrasi, Pemerintah Kota Bekasi Siap Awasi Pergerakan Warga Asing
Adanya penerapan Zero Covid-19 tersebut, China sebagai negara terbesar pemasok kebutuhan berbagai komoditas dunia, diperkirakan akan merusak rantai pasok. Yang berimbas terhadap peningkatan inflasi di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia.
Ditambah adanya kondisi geopolitik Rusia juga menjadi risiko yang harus dimitigasi dalam konteks perekonomian global.
"Ini risiko yang masih harus kita hadapi dan mitigasi dalam konteks perekonomian globalnya," jelas Febrio dalam bincang dengan media, Jumat (13/5/2022).
Baca Juga:
Menko Marves Sebut Prabowo Umumkan Susunan Kabinet 21 Oktober
Inflasi yang meningkat, membuat negara-negara maju mulai mengetatkan kebijakan moneternya. Di Indonesia sendiri, kata Febrio inflasi masih terbilang cukup rendah.
Badan Pusat Statistik mencatat, pada April 2022, tingkat inflasi mencapai 3,5% (year on year). Tingkat inflasi tersebut, diklaim Febrio masih sejalan dengan outlook pemerintah. Febrio memastikan, tingkat inflasi yang ada saat ini tidak perlu dikhawatirkan.
"Kita sudah memanage dan tingkat inflasi kita jika dibandingkan dengan banyak negara, kita masih sangat rendah, dan ini lah yang menjadi strategi pemerintah ke depan untuk terus mengelola inflasi kita tetap berada di sekitar targetnya (2% sampai 4%). Kita tentunya akan terus pantau dan antisipasi," ujarnya.
Pertumbuhan Ekonomi Telah Pulih
Febrio juga menilai, capaian pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I-2022 yang mencapai 5,01% (yoy), sudah mencapai level di atas seperti sebelum adanya pandemi Covid-19 melanda.
"(Pertumbuhan ekonomi) kuartal I kita sudah keluar dari pra pandemi, karena sudah diatas 3 persen itu diatas rata-rata PDB di tahun 2019. Ini sangat menggembirakan, ekonomi mulai pulih dan terus meningkat diatas level PDB 2019," jelas Febrio.
Secara rinci, sejumlah negara di kuartal I yang pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari Indonesia yakni Tiongkok sebesar 4,8%, kemudian Amerika Serikat 3,6%, Singapura 3,4%, Korea 3,1%, dan Taiwan 3,1%. Bahkan Filipina yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi kuartal I mencapai 8,3%.
Secara umum Febrio menegaskan pada kuartal I, sebagian besar negara masih mempertahankan pertumbuhan ekonomi positif. Dan beberapa negara sudah tunjukan pemulihan.
"Ini hal yang baik bagi global, dan ini bagus bagi pertumbuhan ekonomi global dan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelas Febrio.
"Untuk industri manufaktur di banyak negara berkembang dan maju ini mayoritas sudah terus berada ekspansi Indonesia konteks ekspansi," tuturnya lagi.
Pada Kuartal II-2022, Febrio optimistis pertumbuhan ekonomi masih tumbuh positif, sebab terdapat penggelontoran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 PNS yang bisa meningkatkan konsumsi masyarakat dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
"Nah, ini juga akan menjadi faktor pendorong yang cukup kuat untuk pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua dan tentunya nanti kita harapkan ada multiplier effect-nya ke berikut-berikutnya," jelas Febrio. [jat]