WahanaNews.co | Terkait munculnya virus Covid-19 varian Omicron, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara secara langsung.
Jokowi meminta, pejabat negara dan juga warga untuk tak bepergian dulu ke luar negeri, sekaligus memastikan pemerintah akan mengupayakan tak ada perluasan penularan varian baru Covid-19 itu.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito mengatakan pemerintah menerapkan situasi tanggap darurat untuk mencegah meluasnya penularan.
"Saat ini pemerintah melakukan tanggap darurat demi mencegah meluasnya varian Covid-19 dalam negeri kemudian menyusun kebijakan yang disesuaikan dengan kebijakan berbagai pakar," kata Wiku kemarin sore.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan pemerintah tidak boleh meremehkan situasi saat ini, saat Omicron yang disebut lebih cepat menular ketimbang varian Delta, terdeteksi menjelang Natal dan tahun baru (nataru).
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Belajar dari pengalaman, ia menyebut usai momen nataru tahun lalu, kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai ratusan ribu, padahal saat itu, belum ada varian Covid-19.
"Dulu saja nataru kita belum ada varian baru, 175 ribu kasus aktif di awal Februari. Sekarang sudah masuk Omicron dan jelas sudah ada," kata Hermawan, Kamis (16/12) malam.
Hermawan menyayangkan kebijakan pemerintah yang membatalkan penerapan PPKM Level 3 di seluruh wilayah saat Nataru. Sebagai catatan, PPKM level 3 di seluruh wilayah saat nataru telah dibatalkan pemerintah dan akan menerapkan pembatasan sesuai level daerah masing-masing.
Hermawan mengatakan tidak seharusnya pemerintah memberi kelonggaran di tengah situasi masyarakat yang sudah jenuh dan tidak taat. Ia pun mewanti-wanti kasus pertama Omicron itu menjadi seperti bola salju yang menggelinding di lereng.
"Bayangkan ditemukan pada OB. Bukan orang yang pelaku perjalanan luar negeri. Berarti terjadi lokal transmisi. Sudah terjadi penularan dimana-mana. Tidak boleh dianggap remeh. Seharusnya pemerintah kembali bijaksana melalui kebijakan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah tidak perlu malu jika ingin kembali menerapkan PPKM Level 3 saat Nataru di seluruh wilayah Indonesia seiring temuan Omicron ini. Di sisi lain, masyarakat juga harus kembali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Pada satu sisi, di tengah ancaman varian Omicron itu, data dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencatat kepergian dan kedatangan ribuan WNI dan WNA.
Rinciannya, tercatat 37.214 WNI pergi keluar negeri sementara WNI yang tiba di Indonesia dari luar negeri tercatat sejumlah 40.557 orang. Data itu merupakan perlintasan keluar-masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta periode 1-16 Desember 2021.
Sementara untuk WNA yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada periode yang sama sebanyak 13.931 orang. Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno Hatta juga mencatat WNA yang keluar dari Indonesia sebanyak 14.421orang. Sehingga total perlintasan WNA yaitu 28.352 orang.
Hermawan mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan melakukan penutupan pintu masuk bagi pelaku perjalanan dari negara dengan transmisi Omicron. Tidak hanya bagi WNA, namun juga WNI. Diketahui, saat ini WNI pelaku perjalanan dari negara transmisi Omicron masih diizinkan masuk dengan syarat karantina 14 hari.
"Kalau pemerintah mau konsisten, tidak usah malu lah, kembali ke wacana awal juga oke. Karena dulu pakar juga sudah bicara naikkan kebijakan, eh tiba-tiba dibatalkan. Enggak usah malu dan seolah gimana-gimana. Ini kan dinamis kebijakan. Jadi kembali aja pada optimalkan perilaku tetapi PPKM level 3 penting, dan itu bukan Momok, karena tidak dikunci, hanya diatur volumenya kok," katanya.
Terpisah, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko berpendapat serupa. Menurutnya, tidak masalah jika memang pemerintah telah membatalkan PPKM Level 3, namun seiring temuan Omicron ini, perlu dibuat aturan baru demi mencegah perluasan.
"Level 3 dibatalkan, tetapi harusnya pemerintah buat aturan baru dengan memakai PPKM khusus di Natal baru. Satu untuk mengurangi mobilitas dari kabupaten ke kabupaten, juga terkait protokol kesehatan," katanya.
Hermawan menduga, Omicron sudah ada di Indonesia sejak sebelum WHO menetapkan varian itu sebagai variant of concern (VOC) pada 26 November 2021.
"Sekarang tanggal 16 Desember. Itu kasus sampel diuji 8 hari lalu. Kalau 8 hari lalu diuji, kejadian transmisi itu mundur dua minggu lagi. Jadi sebelum ditetapkan sebagai VOC, itu kasus udah ada di Indonesia. Persoalannya sebelum VOC ditetapkan oleh WHO, kemungkinan besar Omicron sudah masuk ke Indonesia," katanya.
Dengan kondisi itu, ia menyebut proses penelusuran Omicron di Indonesia harus dilakukan pada rentang waktu itu. Ia pun mengatakan seharusnya pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) dilakukan ke belakang.
"Jangan berpikir tesnya itu untuk orang sekarang dan ke depan. Tapi yang lalu, pernah mobilitas ke luar negeri atau negara Afrika, yang memang sudah ada kasus, bahkan tetangga yang sudah ada kasus sebelum kita. Itu harus ditelusuri ke belakang semua," katanya.
"Jadi enggak boleh lewat. Kalau enggak sudah masif transmisi di mana mana, seperti Delta," Imbuhnya.
Pun sama dengan pendapat yang diutarakan Miko. Menurutnya, pasti ada orang yang menularkan ke petugas kebersihan Wisma Atlet tersebut.
"Kalau itu adalah petugas kebersihan di wisma atlet. Itu enggak mungkin dia keluar negeri. Jadi ada orang atau kasus indeks yang menularkan ke dia. Ini mungkin kasus keempat atau kelima, itu yang saya takutkan. Kalau dia kasus kelima wow. Berarti udah terlambat banget," katanya.
Dengan dasar itu, ia menilai kasus Omicron di Indonesia sudah lebih dari satu. Belum lagi, jika pemeriksaan menggunakan WGS dilakukan di sejumlah pintu masuk Indonesia.
"Belum dari airport yang menerima penerbangan dari luar negeri lain. Surabaya, Medan, Batam, Bali. Menurut saya kemungkinan masih mungkin kebocoran Omicron. Lebih dari satu. Ini akan mengancam Natal dan tahun baru," katanya. (bay)