Lalu WG menyampaikan permintaan MAN tersebut kepada AR agar menyiapkan ‘amunisi’ Rp 60 miliar tersebut. “Dan Ariyanto Bakri (AR) menyetujui permintaan 60 miliar Rupiah tersebut,” ujar Qohar.
Selanjutnya, setelah menyetujui nominal Rp 60 miliar itu, AR menyerahkannya kepada WG dalam bentuk pecahan dolar AS (USD).
Baca Juga:
Dolar Dibagikan di Depan Bank, Ini Kronologi Suap Rp 60 Miliar untuk Bebaskan 3 Raksasa CPO
Kemudian, kata Qohar, WG menyerahkan uang pecahan USD setotal Rp 60 miliar itu kepada MAN. Setelah MAN menerima uang tersebut, WG diberi jatah USD 50 ribu sebagai uang jasa penghubung dengan AR. “Jadi WG pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” kata Qohar.
Setelah menguasai uang pemberian AR melalui WG itu, MAN atas jabatannya selaku wakil ketua PN Tipikor Jakpus membentuk komposisi majelis hakim untuk memeriksa perkara para terdakwa korporasi tersebut. “Dengan komposisi Djuyamto sebagai ketua majelis hakim, kemudian Ali Muhtarom sebagai hakim adhoc, dan Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota majelis,” ujar Qohar.
Setelah penerbitan surat penetapan sidang, MAN memanggil DJU dan ASB ke ruangan. “Lalu MAN memberikan uang dolar yang bila dikurskan ke dalam Rupiah senilai 4,5 miliar. Di mana uang tersebut diberikan MAN kepada DJU dan ASB sebagai uang baca berkas perkara. Dan MAN menyampaikan kepada dua orang hakim tersebut agar perkara tersebut diatensi,” kata Qohar.
Baca Juga:
Saat Pengadilan Lepas Korporasi, Negara Rugi Triliunan: Ini Kata Kejagung
Dari uang Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dibawa dengan bungkusan lalu keluar dari ruang kerja MAN bersama DJU. Lalu uang Rp 4,5 miliar dibagi rata tiga dengan bagian AM.
Selanjutnya pada kisaran September atau Oktober 2024, MAN kembali menyerahkan uang USD yang jika disetarakan senilai Rp 18 miliar. MAN menyerahkan uang tersebut kepada Djuyamto.
Selanjutnya Djuyamto membagi-bagi uang tersebut kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom dengan komposisi berbeda-beda. Untuk Agam Syarif Baharuddin menerima USD yang bila disetarakan sebesar Rp 4,5 miliar. Kemudian Djuyamto menerima uang USD yang jika dirupiahkan setara Rp 6 miliar. Ali Muhtarom menerima uang USD yang setara 5 miliar Rupiah.