WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan berkeadilan gender.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah melalui Pelatihan Petugas Layanan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3), yang digelar sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem perlindungan terhadap pekerja perempuan di tempat kerja.
Baca Juga:
DPR dan Kemen PPPA Serukan Penanggulangan Bencana yang Ramah Perempuan dan Anak
RP3 sendiri merupakan ruang dan fasilitas khusus yang disediakan Kemen PPPA untuk menjamin terpenuhinya hak-hak perlindungan bagi pekerja perempuan dari berbagai bentuk kekerasan, pelecehan, maupun diskriminasi di lingkungan kerja.
Program ini diharapkan menjadi sarana nyata dalam membangun budaya kerja yang menghormati martabat dan hak asasi perempuan.
Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, menegaskan bahwa lembaganya memiliki tanggung jawab moral sekaligus kelembagaan untuk memastikan seluruh pegawai bekerja dalam situasi yang aman, sehat, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Baca Juga:
Pemerintah Perketat Pengawasan Program MBG Pasca KLB, Fokus pada Keamanan Pangan Anak
Ia menekankan bahwa pembentukan RP3 bukan semata soal pembangunan fasilitas, melainkan perwujudan nyata dari komitmen Kemen PPPA dalam membangun budaya kerja yang setara, inklusif, dan sensitif terhadap isu gender.
“RP3 bukan hanya tempat pengaduan, tetapi simbol dari cara kita menjaga martabat, keamanan, dan kenyamanan pegawai perempuan dalam bekerja,” ujar Sekretaris Kemen PPPA.
Titi menambahkan, peningkatan kapasitas para petugas RP3 menjadi langkah penting untuk membangun sistem perlindungan internal yang responsif, profesional, dan berperspektif korban.
Menurutnya, kehadiran RP3 harus benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh pegawai perempuan, terutama bagi mereka yang berada dalam situasi rawan atau pernah mengalami kekerasan di lingkungan kerja.
“Sistem yang baik harus dijalankan oleh SDM yang memahami prinsip kerahasiaan, empati, dan keberpihakan kepada korban. Kita ingin memastikan setiap pekerja perempuan merasa aman, terlindungi, dan didukung,” ungkap Sekretaris Kemen PPPA.
Pelatihan tersebut menghadirkan fasilitator nasional Novia Anggraini, yang memandu peserta untuk memperdalam pemahaman tentang perspektif gender, dinamika kekerasan, serta peran penting pendamping internal dalam menangani kasus.
Ia menegaskan bahwa pendekatan pelatihan tidak hanya bersifat mengajar, tetapi membangun kesadaran bersama berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki oleh masing-masing institusi.
“Membangun sistem perlindungan itu bukan memulai dari nol, tetapi memaksimalkan apa yang sudah ada dan memperkuatnya secara kolaboratif,” ujar Novia Anggraini.
Novia juga menekankan bahwa petugas penerima aduan perlu memiliki kesiapan mental dan kapasitas teknis dalam menghadapi situasi yang sensitif.
“Setiap kasus memiliki konteks yang berbeda. Karena itu, kemampuan mendengar dengan empati, memahami kerentanan korban, serta merespons secara tepat adalah kunci. RP3 hadir untuk memastikan bahwa setiap pegawai dilindungi dan diperlakukan dengan bermartabat,” lanjut Novia.
Sementara itu, fasilitator nasional Reni Rahmawati turut memperkaya pelatihan dengan berbagi pengalaman nyata di lapangan.
Ia menyoroti masih lemahnya mekanisme pengaduan internal di sejumlah lembaga pemerintah yang menyebabkan korban kekerasan berbasis gender kerap memilih diam.
“Sering kali korban memilih diam karena tidak yakin pengaduannya akan ditangani dengan aman dan berpihak. Di sinilah pentingnya RP3 memberikan ruang aman yang benar-benar bekerja, bukan hanya secara administratif tetapi juga secara psikologis dan etis,” ujar Reni Rahmawati.
Reni menegaskan bahwa RP3 harus mampu menjadi titik awal perubahan budaya organisasi di lembaga pemerintahan.
“Petugas harus peka, cepat, dan tepat. Kita tidak hanya menangani kasus, tetapi membangun keberanian pegawai untuk bersuara dan memastikan institusi hadir melindungi,” tambahnya.
Melalui pelatihan ini, Kemen PPPA menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat sistem perlindungan internal agar lebih profesional, berpihak pada korban, dan berperspektif gender.
Program ini secara khusus menyasar SDM pengelola kepegawaian yang akan bertugas sebagai penerima aduan pada RP3, sehingga ke depan diharapkan mampu memperkuat struktur layanan perlindungan yang komprehensif di lingkungan Kemen PPPA.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]