"Kalau
itu terjadi, maka Kementerian Investasi ada nilai plusnya, saya yakin target
investasi bisa meningkat. Tapi, kalau misalnya hanya 'baju' saja diganti,
menurut saya tidak ada nilai tambah, atau hanya berubah nama saja tidak ada
perubahan kewenangan, sama saja, tidak ada suatu perubahan yang besar,"
imbuh Tauhid.
Senada
dengan Yusuf, Tauhid juga berpandangan, Kementerian Investasi bukan senjata
pamungkas menghadirkan modal ke dalam negeri.
Baca Juga:
Rumput Laut Masuk Peta Peluang Investasi 2022
Alasannya,
hambatan investasi berkaitan dengan aspek fundamental lainnya yang justru
berada di luar jangkauan Kementerian Investasi.
Misalnya,
permasalahan infrastruktur, rendahnya daya saing SDM, minimnya dana riset dan
pengembangan (R&D), cuma 0,02 persen dari PDB, tingginya tingkat suku bunga
kredit, praktik korupsi, dan sebagainya.
Ihwal
korupsi ini, pernah disinggung oleh Bahlil sebagai penyebab tingginya indikator
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia.
Baca Juga:
Kementerian Investasi Targetkan 2023 Produksi Perdana Baterai Mobil Listrik
ICOR
merupakan parameter yang menggambarkan efisiensi investasi, yang tercermin dari
besaran modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output.
Dengan
kata lain, semakin tinggi skor ICOR, artinya investasi semakin tak efisien.
Saat
ini, ICOR Indonesia di level 6,6, atau kalah dari Thailand yang sebesar 4,4,
Malaysia (4,5), Vietnam (4,6), dan Filipina (3,7).