WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, memanggil Mendikbud Nadiem Makarim dalam rapat kerja hari ini. Komisi X akan meminta penjelasan dari Nadiem terkait lonjakan drastis Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN).
"Kita ingin minta penjelasan dari Mas Nadiem terkait dengan kenaikan UKT di seluruh kampus, ini apakah sudah sepengetahuan dari pihak Kemendikbud atau tidak," kata Huda di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siap Identifikasi 9 Kerangka Tentara Jepang Korban PD II di Biak
Huda menyampaikan rapat internal Komisi X meminta kenaikan UKT ini untuk sementara dibatalkan atau ditangguhkan.
selain itu, ia juga menyampaikan Komisi X sendiri hendak mendengar penjelasan dari Nadiem perihal itu, apakah kenaikan UKT itu sepengetahuan Kemendikbud atau tidak.
Jika memang Kemendikbud mengetahui itu, apakah mereka turut memberikan persetujuan atau tidak atas kenaikan UKT tersebut.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siapkan Anggaran Rp14,69 Triliun untuk Program KIP Kuliah 2025
"Kemendikbud sebagai rumah penyelenggara pendidikan apapun keputusan teman-teman kampus harus tetap mendapatkan persetujuan dari Kemendikbud," ujarnya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek telah menetapkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek.
Dalam aturan itu, kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp1 juta menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN. Selebihnya, besaran UKT ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Kebijakan tersebut memicu protes dari mahasiswa di Universitas Indonesia (UI), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri), hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan hingga Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Merespons protes tersebut, Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie menyatakan pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan. Artinya, pendidikan tinggi tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]