Ternyata memang benar. Peristiwa yang kemudian dikenal dengan Malari itu adalah demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi di Jakarta pada 15 Januari 1974.
Peristiwa Malari merupakan suatu gerakan mahasiswa yang merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintah terkait kerja sama dengan pihak asing untuk pembangunan nasional.
Baca Juga:
Luhut: Ada Menteri yang Sudah Ditawari Mundur, Tapi Tak Mundur-mundur
Para mahasiswa menganggap kebijakan pemerintah sudah menyimpang dan tidak berhaluan lagi kepada pembangunan yang berpihak kepada rakyat.
Mahasiswa menilai malah dengan kerja sama ini semakin memperburuk kondisi ekonomi rakyat. Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), lembaga pemodal asing bentukan Amerika Serikat, Jan P Pronk dijadikan momentum awal untuk demonstrasi antimodal asing ini.
Pronk tiba di Jakarta pada Minggu 11 November 1973. Ketika tiba di Bandara Kemayoran, mahasiswa menyambutnya dengan berdemonstrasi. Puncaknya adalah saat kunjungan PM Jepang dari 14-17 Januari itu.
Baca Juga:
Menko Luhut Sebut Jokowi Bakal Kenalkan Penerusnya ke Pemimpin Dunia
"Waduh, bagaimana ini, anggota kan sudah pada pulang semua dan sebagian besar anggota kan tinggal di luar asrama," gumam Perwira Pertama RPKAD ini saat meninggalkan ruangan Danjen. Tapi ia harus bergerak cepat.
Soegito masih sempat pulang untuk makan siang dan mengambil radio 4 band kebanggaannya. Sekitar pukul 4 sore, iring-iringan truk meninggalkan markas Kopassandha di Cijantung.
Tidak langsung ke Senen, sesuai perintah Danjen, pasukan bergerak ke Merdeka Barat untuk menemui Pangdam Jaya Mayjen Gustaf Henrik Mantik. Seperti halnya Danjen, perintah yang diterima Soegito dari Pangdam juga masih kabur.