WahanaNews.co | Pakar menyebut pinjaman online (pinjol) ilegal -- yang menawarkan cukup banyak kemudahan dalam proses peminjaman uang --, sebagai bentuk baru premanisme digital.
Baca Juga:
Menjaga Stabilitas Keuangan Pasca-Lebaran: Waspadai Pinjaman Online!
Hal tersebut dipaparkan oleh IT security consultant, Alfons
Tanujaya. Menurutnya, profesi penagih hutang atau debt collector (DC) mengalami
adaptasi dalam melakukan pekerjaannya di ranah digital.
"Maka dalam era digital ini profesi DC juga ikut
berevolusi dimana tampilan fisik dan jenis kelamin tidak menjadi syarat utama.
Syarat utama bergeser pada kemampuan verbal (bacot) yang mumpuni, omong besar
dan berani melanggar etika dalam menjalankan tugasnya untuk mengintimidasi
korbannya dalam menjalankan tugasnya," kata Alfons dalam keterangan
tertulis kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/8).
Alfons memberikan sebuah pengalaman yang dialami oleh
seseorang yang menjadi korban dari tidak premanisme DC digital ini. Disebutkan
bahwa DC digital bekerja dengan cara meneror korban atau kerabatnya demi agar
korban segera melunasi hutangnya.
Baca Juga:
Dedi Mulyadi Ajak OJK Berantas Bank Gelap dan Pinjol Ilegal
"DC online berhasil mengetahui identitas istri dan
tempat kerja istrinya, serta mulai meneror rekan-rekan di tempat kerja istrinya
yang tidak tahu menahu dan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini dengan
informasi hutang piutang ini," ujarnya.
Akibat teror yang dilakukan oleh DC digital ini istri si
korban merasa malu dan terancam dikeluarkan dari tempat kerjanya, alhasil
korban segera melunasi hutangnya.
Selain itu, Alfons juga mengatakan bahwa pinjol ilegal juga
meresahkan masyarakat. Pinjol ilegal beraksi dengan cara yang menjebak, di mana
banyak korban yang mengklaim tidak mengajukan pinjaman namun akunnya
mendapatkan transfer uang dari pinjol dan dipaksa untuk melunasi pinjaman
dengan bunga yang tinggi.
"Dalam menjalankan aksinya DC online pinjol ilegal ini
tidak segan meneror orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pinjaman
online ini, hanya karena ia menjadi teman dari peminjam atau namanya ada dalam
kontak peminjam sudah cukup menjadikan kontak tersebut masuk dalam daftar teror
dari DC Online ini," katanya.
Terror ini, kata Alfons, dilakukan oleh orang yang sudah
sangat terlatih dan tugasnya setiap hari hanya menelpon dan meneror kontak yang
diyakini akan memaksa peminjam melunasi pinjamannya. Aksi ini dilakukan secara
sistematis, berulang-ulang, tidak sopan dan mengganggu.
Menurutnya jika aksi ini dilaporkan kepada pihak berwajib,
terkadang penegak hukum juga mengalami kesulitan karena pinjol tidak memiliki
domisili yang jelas, memanfaatkan kartu prabayar, nominal pinjaman yang relatif
kecil.
Selain itu jumlah kasusnya yang banyak, membutuhkan waktu
dan sumberdaya yang sangat besar untuk menyelesaikan kasus-kasus yang
dilaporkan ini.
"Ada beberapa kasus pinjol ilegal yang berhasil
diungkap pihak berwajib, namun hal tersebut disinyalir merupakan puncak gunung
es dari banyaknya pinjol ilegal yang jumlahnya ribuan dan sangat meresahkan
masyarakat," pungkas Alfons.
Lebih lanjut, Alfons memuji langkah SWI dimana mereka
berhasil menerapkan metode Whitelist dimana semua aplikasi finansial yang ingin
di daftarkan ke Playstore HARUS mendapatkan persetujuan tertulis dari OJK sebelum
diperbolehkan muncul di PlayStore. Hal ini akan sangat efektif menekan aksi
kucing-kucingan aplikasi Pinjol Ilegal ini.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dan secara tidak
langsung memudahkan aksi monetisasi dalam kejahatan digital adalah Virtual Account.
Virtual Account (VA) adalah akun virtual yang dikeluarkan oleh bank dan
memiliki keunikan dapat dipersonalisasi secara unik dan mandiri oleh pemilik
rekening untuk menerima pembayaran dari berbagai pihak dan sangat memudahkan
pembuat VA mengidentifikasi adanya transfer uang masuk. [rin]