WahanaNews.co, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan Pasal terkait permintaan paksa atau pemerasan jabatan di kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Kalau dalam konstruksi bahasa hukumnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (29/09/23).
Baca Juga:
Sidang Hasto Kristiyanto, Jaksa dan Pengacara Cekcok Soal Legalitas Saksi
"Pasalnya kalau kita lihat dalam UU Tipikor adalah (Pasal) 12 e," lanjut dia.
Pasal itu berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."
"Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri."
Baca Juga:
Sejumlah Pasal UU BUMN Batasi Wewenang Usut Korupsi, KPK Protes Keras
KPK dikabarkan telah menetapkan SYL sebagai tersangka namun enggan mengumumkannya secara gamblang kepada publik. Ali menegaskan proses hukum ini tak ada kaitannya dengan politik Pemilu 2024.
"Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka, konstruksi perkaranya seperti apa pasti pada saatnya KPK akan sampaikan kepada teman-teman semua, kepada masyarakat," ucap Ali.
"Kami sadar betul ini jelang tahun politik 2024, semua yang dikerjakan KPK pasti selalu dikaitkan dengan proses politik yang sedang berjalan. Kami ingin tegaskan pada waktunya akan dibuka secara terang apa yang menjadi alat bukti, perbuatannya seperti apa di hadapan majelis hakim ketika proses penyidikan ini cukup," tandasnya.