Dari hasil pengawasan, KPK menemukan sejumlah titik rawan, antara lain proses penunjukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mekanisme seleksi mitra yang rentan kecurangan, hingga lemahnya laporan keuangan berkala.
Beberapa red flag yang dicatat KPK mencakup pemilihan mitra yayasan oleh pihak yayasan sendiri, harga pangan dipengaruhi keputusan Kepala SPPG, keterlibatan mitra tanpa pengalaman karena kedekatan dengan pengambil kebijakan, serta data penerima manfaat yang tidak akurat akibat lemahnya standar operasional.
Baca Juga:
Soal Mercedes Benz BJ Habibie yang Dijual ke Ridwan Kamil, Ilham Berikan Penjelasan
Melihat kondisi tersebut, KPK mendorong BGN berfungsi lebih sebagai pengawas dan pengendali sistem, bukan sekadar operator.
Transparansi data, pelaporan, dan partisipasi publik dianggap kunci utama meminimalisir risiko penyimpangan.
Detak MBG sendiri merupakan hasil kerja sama PPATK, BGN, dan sektor perbankan untuk memantau transaksi mencurigakan dalam penyaluran anggaran MBG.
Baca Juga:
Rp 26,3 Miliar, Empat Mobil, dan Lima Tanah Disita KPK, Bukan Milik Gus Yaqut
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan sistem ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden agar pengelolaan dana publik benar-benar terjaga.
“Besarnya alokasi dana dan luasnya penerima manfaat menuntut pengawasan ketat agar benar-benar tepat sasaran. Penguatan sistem berbasis data menjadi komitmen PPATK dalam mendorong akuntabilitas,” ujar Ivan.
Sementara itu, Menteri PANRB, Rini Widyantini, menilai kehadiran Detak MBG mencerminkan transformasi digital birokrasi pemerintah.