Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa saya meliputi orang-orang
yang menganut berbagai macam agama. Ada yang Islam, ada yang Kristen, ada yang Budha, dan ada yang
tidak menganut sesuatu agama.
Meskipun demikian, untuk delapan
puluh lima persen dari sembilan puluh dua juta rakyat kami, bangsa Indonesia
terdiri dari para pengikut Islam.
Baca Juga:
Peringati Bulan Bung Karno, Kader PDI-Perjuangan Jalan Sehat Bareng Tri Adhianto & Ono Surono
Berpangkal pada kenyataan ini, dan mengingat akan berbeda-beda
tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
yang paling utama dalam filsafah hidup kami.
Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan pun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa
kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya,
sehingga mereka menerima Sila pertama ini.
Kemudian sebagai nomor dua ialah Nasionalisme. Kekuatan yang
membakar dari nasionalisme dan hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup
kami dan memberi kekuatan kepada kami sepanjang kegelapan penjajahan yang lama,
dan selama berkobarnya pejuangan kemerdekaan.
Baca Juga:
Bupati Karo Tinjau Proyek Pelebaran Jalan, Usulkan Pemugaran Akses ke Rumah Pengasingan Bung Karno
Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala di dada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami!
Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme.
Kami sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa
lain. Kami sekali-kali tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendak kami
kepada bangsa-bangsa lain.
Saya mengetahui benar-benar bahwa istilah "nasionalisme"
dicurigai, bahkan tidak dïpercayai di negara-negara Barat.