“Jangan biarkan inisiatif strategis ini berhenti di meja birokrasi. Keterlibatan pelaku industri, masyarakat adat, akademisi, dan dunia usaha harus dijadikan poros gerakan,” kata Tohom.
Tohom yang juga Pemerhati Lingkungan dan Energi ini menambahkan bahwa akar persoalan pengelolaan sampah di Indonesia seringkali bukan hanya soal teknologi atau regulasi, tetapi soal pola pikir dan budaya.
Baca Juga:
Larangan Air Kemasan Kecil di Bali Bisa Rugikan Konsumen, BPKN Ingatkan Hak Pilih dan Beban Biaya
Ia mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk menjadikan gaya hidup ramah lingkungan sebagai identitas baru bangsa.
“Kita tidak bisa berharap Bali bersih kalau perilaku kita masih kotor. Tantangan terbesar bukan pada tumpukan sampah, tapi pada tumpukan ego dan sikap acuh. Pendidikan ekologis harus dimulai sejak dini, dari rumah dan sekolah,” tegasnya.
Tohom juga menyoroti pentingnya inovasi dalam penyediaan infrastruktur dan teknologi daur ulang.
Baca Juga:
Setelah Tangkap Pencuri Ponsel, Kasus Pemerkosan di Bali Jadi Terungkap
Menurutnya, pengelolaan sampah berbasis sumber harus disertai insentif dan akses yang mudah terhadap fasilitas TPS3R, termasuk pelibatan UMKM dalam rantai daur ulang.
MARTABAT Prabowo-Gibran sendiri, kata dia, akan terus mendorong pengelolaan sampah yang tidak hanya bertumpu pada larangan, tetapi juga pada pendekatan kreatif dan inovatif.
Menurut Tohom, sudah saatnya daerah-daerah di Indonesia menjadikan sampah sebagai potensi ekonomi dan ruang inovasi sosial, bukan semata-mata beban lingkungan.