WAHANANEWS.CO, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RI, Kombes Pol (Purn) Maruli Siahaan, menyoroti pentingnya penguatan pengawasan di jalur-jalur perbatasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, dan para kepala kantor wilayah (Kakanwil) Ditjen Imigrasi, Selasa (25/2/2025).
Rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, itu membahas berbagai tantangan yang dihadapi imigrasi dalam menjaga kedaulatan negara dari ancaman tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta penyelundupan manusia.
Baca Juga:
Rumah Penampungan PMI Ilegal di Deli Serdang Digerebek, 3 Orang Ditangkap
Dalam kesempatan tersebut, Maruli Siahaan mengungkapkan bahwa jalur-jalur masuk ke Indonesia, baik melalui darat, laut, maupun udara, perlu dipetakan secara lebih rinci.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Kombes Pol (Purn) Maruli Siahaan, menyoroti pentingnya penguatan pengawasan di jalur-jalur perbatasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, dan para kepala kantor wilayah (Kakanwil) Ditjen Imigrasi, Selasa (25/2/2025). [WAHANANEWS.CO/YouTube TVR Parlemen]
Ia menyoroti Sumatera Utara sebagai contoh, di mana Bandara Kualanamu dan jalur laut di Tanjung Balai sering menjadi titik rawan penyelundupan manusia.
Baca Juga:
Kasus Perdagangan Orang Modus Penyalur PMI Ilegal ke Malaysia Dibongkar Bareskrim
“Kita perlu pemetaan wilayah yang lebih komprehensif karena para pelaku kejahatan sudah lebih pintar dalam mencari celah yang bisa luput dari pengawasan petugas. Dalam paparan hanya disebutkan Bandara Kualanamu di Sumatera Utara, padahal di sana bandara cukup banyak, ada Bandara Silangit, Sibolga, Nias, dan juga jalur laut di Tanjung Balai yang masih rentan,” ujarnya.
Selain itu, Maruli menegaskan bahwa pengawasan terhadap individu yang masuk dan keluar dari Indonesia harus lebih ketat, dengan memastikan mereka memiliki tujuan yang sah sesuai dengan dokumen resmi mereka.
“Pengawasan perbatasan perlu dipastikan bagaimana individu yang masuk dan keluar Indonesia supaya jelas memiliki tujuan yang sah, sesuai dokumennya,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan agar jajaran Polda, khususnya direktur intelijen, diberikan data yang lebih lengkap terkait pergerakan orang asing yang mencurigakan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum.
“Mengenai penegakan hukum, di jajaran Polda itu ada para kasubdit untuk pengawasan orang asing. Mungkin dari direktur intelijen, data pergerakan mencurigakan terkait TPPO perlu juga diberikan kepada mereka supaya mereka ikut diajak bersama dalam penegakan hukum dan pencegahan,” tambah Maruli.
Maruli juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap modus-modus kejahatan yang berkembang, termasuk praktik visa turis palsu, eksploitasi seksual, dan agen tenaga kerja ilegal yang memfasilitasi pengiriman pekerja ke negara tertentu tanpa perlindungan yang memadai.
Ia menyebutkan perlunya investigasi lebih mendalam terhadap individu yang terindikasi melakukan penyalahgunaan dokumen keimigrasian.
“Di Singapura ada sistem blacklist bagi pelaku kejahatan keimigrasian. Kita juga perlu mempertimbangkan regulasi serupa agar ada langkah pencegahan yang lebih kuat,” tambahnya.
Sebagai langkah konkret, Maruli mendorong peningkatan pendidikan dan kampanye kesadaran publik terkait bahaya TPPO melalui media sosial dan televisi.
Ia juga mengusulkan penguatan hotline nasional agar masyarakat lebih mudah melaporkan kasus-kasus perdagangan manusia.
“Kita harus memanfaatkan media untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Selain itu, penguatan hotline nasional sangat penting agar masyarakat bisa melaporkan dugaan kasus TPPO dengan cepat dan efektif,” katanya.
Terkait penegakan hukum, Maruli menyebutkan, di jajaran Polda terdapat para Kasubdit yang bertugas mengawasi orang asing.
"Mungkin, data pergerakan mencurigakan terkait TPPO dari direktur intelijen juga perlu diberikan kepada mereka agar dapat berperan dalam upaya penegakan hukum dan pencegahan," tuturnya.
Rapat tersebut menjadi bagian dari rangkaian RDP Komisi XIII DPR RI dengan Ditjen Imigrasi, yang sebelumnya telah dilakukan untuk wilayah barat pada Senin (24/2/2024).
Dalam pertemuan ini, Plt. Dirjen Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, mengakui bahwa tantangan utama dalam pengawasan imigrasi adalah luasnya wilayah perbatasan Indonesia yang memiliki banyak titik rawan bagi kejahatan transnasional.
Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan beberapa strategi, seperti pembentukan Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa), penundaan penerbitan paspor bagi yang terindikasi TPPO, serta penguatan kerja sama internasional melalui pembentukan Satgas Perlindungan WNI.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]