Menurutnya, DP tersebut akan sangat bermanfaat membantu rumah
sakit membiayai kebutuhan operasional yang meningkat sering dengan melonjaknya
kasus Covid-19.
Terlebih sebagian besar
klaim yang ditunggak berasal dari rumah sakit swasta, yakni sekitar 800 dari
total 1.500-an rumah sakit rujukan Covid-19.
Baca Juga:
Rp500 Juta Pengembalian Uang dari Tersangka Korupsi APD Kemenkes Diterima KPK
"Kalau bisa
pemerintah segera melakukan pembayaran untuk berkas yang sudah diverifikasi dan
mungkin diberikan DP dulu maksimal 50 persen. Karena aturannya kan juga sudah
ada. Untuk kondisi sekarang sebulan juga agak berat kalau tidak ada
pembayaran," terangnya.
Sementara itu, ketua
Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Kalimantan Barat, Yuliastuti Saripawan, menilai,
banyaknya dispute tak lepas dari
berubah-ubahnya pedoman tata laksana atau petunjuk teknis klaim penggantian
biaya pasien Covid-19
serta persyaratan yang terlalu banyak.
Ia berharap, pemerintah memberikan kelonggaran administrasi
pengajuan klaim di tengah kondisi darurat pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga:
Kemenkes Minta Masyarakat Waspadai DBD dan HFMD Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran
Sebab, Rumah Sakit
Umum Daerah
yang merupakan BLUD hanya bergantung pada pembayaran klaim oleh pemerintah
pusat untuk bisa terus memberikan pelayanan kepada pasien.
"Ini yang kami
harapkan. Mudah-mudahan kelonggaran administrasi. Toh, di situ ada pertanggungjawaban mutlak seorang direktur ketika
akan mengajukan pengklaiman itu," ucapnya.
Di samping itu, lanjut
Yuliastuti, rumah sakit daerah juga mendorong pemerintah untuk menyempurnakan
aplikasi E-Klaim VS serta meminimalisir gangguan sistem yang dapat menyebabkan
proses dispute berlarut-larut.