WahanaNews.co | Sejak pertama kali diinisiasi pada November 2020, jangkauan pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) semakin meluas.
Bermula dari pembentukan 138 desa percontohan (desa model) yang berada di 71 kabupaten/kota hingga April 2024 sudah tercatat sebanyak 1.967 desa/kelurahan yang berkomitmen serta mengimplementasikan DRPPA.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Salah satu Kabupaten yang memiliki komitmen untuk menerapkan DRPPA adalah Kabupaten Bangli di Provinsi Bali.
Selain 8 desa percontohan, sebanyak 72 desa/kelurahan di Kabupaten Bangli berkeinginan untuk menjadikan desa mereka menjadi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
Staf Ahli Menteri Kemen PPPA sekaligus Plt.Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Rini Handayani menyatakan DRPPA saat ini sudah dianggap sebagai kebutuhan desa bukan sebagai kebijakan yang sifatnya top-down policy.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
“DRPPA ini sudah menjadi kebutuhan dari desa itu sendiri, adanya kebutuhan lingkungan desa layak dan aman ditempati khususnya bagi perempuan dan anak. Itu sebabnya perempuan dan anak harus terlibat penuh karena merekalah yang paham isu-isu di sekeliling mereka dan mengetahui solusi yang paling tepat bagi kesejahteraan mereka,” kata Rini di depan Perempuan Perintis DRPPA, Forum Anak Daerah serta Fasilitator DRPPA di Bangli pada Senin (5/8/2024).
Perempuan perintis DRPPA yang notabene adalah para istri kepala desa menjadi ujung tombak implementasi DRPPA di Bangli.
“Tahun 2023 , Kemen PPPA bekerjasama dengan KAPAL Perempuan telah melatih para istri kepala desa dan mereka sepakat dinamakan Perempuan Perintis DRPPA. Para istri kepala desa inilah yang bergerilya memberikan pemahaman tentang 10 indikator DRPPA kepada administratur desa, agar desa tempat tinggal mereka memberikan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak,” ujar Rini.
Menurut Rini, langkah kunci dalam pengembangan sebuah wilayah menuju Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak adalah harus melibatkan semua pihak yang ada di desa, mulai dari para tokoh, organisasi, relawan, kader-kader, dan tentunya perempuan dan anak.
Dengan melibatkan perempuan dan anak secara utuh dalam pembangunan DRPPA, harapannya berbagai isu yang melingkupi perempuan dan anak sebagai imbas dari sistem pembangunan yang belum berpihak ke mereka bisa terurai.
Rini mengingatkan indikator DRPPA sudah terintegrasi dalam indikator SDGs Desa. Pencapaian indikator ini merupakan kewajiban dari pemerintah desa yang di bantu oleh masyarakat desa melalui partisipasi aktif masyarakat khususnya perempuan dan anak.
“Langkah awal adalah memastikan apakah sudah ada peraturan desa tentang DRPPA, apakah di desa telah tersedia profil desa terpilah, apakah desa sudah ada kelompok Perempuan dan anak yang aktif, apakah ada keterlibatan Perempuan dan anak dalam musrenbang desa, apakah tersedia anggaran desa untuk pelaksanaan DRPPA,” jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, juga harus memastikan desa melakukan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender yang dibarengi dengan proses membangun kesadaran kritis perempuan, desa menciptakan lingkungan yang mendukung proses tumbuh kembang anak serta mendorong peran dan tanggung jawab kedua orang tua dan keluarga dalam pengasuhan anak yang berkualitas.
Juga desa melakukan upaya-upaya khusus untuk penghentian kekerasan terhadap perempuan dan anak, desa melakukan upaya khusus untuk penghentian perkawinan anak dan yang terpenting adalah masyarakat paham bentuk-bentuk kekerasan, paham kemana harus melapor jika melihat, mendengar dan menjadi korban dalam kasus kekerasan, sistim penjangkauan dan pendampingan kasus berjalan dengan baik.
Rini juga minta agar desa tidak melupakan unsur pendokumentasian kinerja, mulai dari proses hingga praktik baik dari kerja-kerja yang sudah ada sehingga orang akan mengenal Bangli lebih baik.
Direktur KAPAL Perempuan, Misiyah yang turut hadir menyatakan pihaknya bersama Kemen PPPA mengakui bahwa perjuangan untuk DRPPA adalah perjuangan panjang.
“Memperjuangkan bagi kepentingan terbaik perempuan dan anak tidak mudah, butuh perjuangan yang mendalam dan tidak mengenal waktu. Kami melakukan beberapa upaya untuk memberikan pemahaman DRPPA seperti membangun kesamaan persepsi dalam membangun perspektif gender dan mengenalkan isu gender kepada perempuan perintid DRPPA, mendaratkan 10 indikator yang dimulai dari menganalisa isu dan kasus di desa masing-masing dan kolaborasi lintas pihak,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Penggerak PKK Kabupaten Bangli, Sariasih Sedana Arta menyebutkan 8 desa model di Bangli diharapkan dapat menjadi panduan bagi desa-desa lainnya, khususnya desa yang masih memiliki banyak kasus yang menimpa perempuan dan anak seperti perkawinan anak, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak dan penelantaran anak karena ditinggal oleh orangtua menjadi pekerja migran di luar negeri.
[Redaktur: Zahara Sitio]