WahanaNews.co | Menko
Polhukam Mahfud MD menekankan pentingnya Keanggotaan Indonesia di Financial Action
Task Force on Money Laundering (FATF), karena akan meningkatkan persepsi
positif terhadap sistem keuangan Indonesia.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Menko mengatakan, "Hal ini akan memperkuat confidence dan
trust terhadap Indonesia dalam bisnis internasional dan iklim investasi di Indonesia.
Dengan demikian, reputasi Indonesia akan dapat sejajar dengan negara-negara
maju. Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota G-20 yang belum menjadi
negara anggota FATF."
Pesan ini disampaikan Menko dalam sambutannya, selaku Ketua
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (Komite TPPU), pada acara peluncuran Penilaian Resiko Indonesia 2021, yang
diselenggarakan secara hybrid di kantor PPATK, Kamis (19/8).
Hadir dalam acara ini Menko Perekonomian, Airlangga
Hartanto, selaku Wakil Ketua Komite TPPU, Kepala PPATK, Dian Ediana Rai, selaku
Sekretaris Komite TPPU, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kapolri Jend Listyo
Sigit Prabowo, para anggota TPPU, perwakilan mitra luar negeri dari Egmont
Group dan AUSTRAC, perwakilan Lembaga Pengawas dan Pengatur, Lembaga Penegak
Hukum dan Pihak Pelapor, serta Akademisi.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
Menko menyampaikan bahwa, Penilaian Risiko Indonesia Tahun
2021 selain dipandang sebagai jalan menuju Keanggotaan Penuh Indonesia dalam
Lembaga FATF, juga diharapkan menjadi dasar dalam pengambilan arah, kebijakan,
dan langkah strategi nasional dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan Proliferasi
Senjata Pemusnah Massal (PPSPM).
Ia memaparkan sejumlah hal antara lain, langkah maju
Indonesia dalam menanggulangi pencucian uang telah ditinjau oleh FATF
berdasarkan hasil Mutual Evaluation Review (MER) Indonesia melalui Asia Pacific
Group on Money Laundering (APG) Tahun 2018. Laporan MER tersebut mengukur
tingkat kepatuhan Indonesia terhadap 40 Rekomendasi FATF dan tingkat
efektivitas sistem anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
sesuai dengan rekomendasi FATF.
Hal tersebut ditunjukkan oleh skor hasil penilaian Basel AML
Index Indonesia yang pada tahun 2018 tercatat sebesar 5,73, turun menjadi 4,62
angka indeks pada tahun 2020. Besarnya penurunan dalam skor risiko pencucian
uang di Indonesia terutama didorong oleh kemajuan yang signifikan dalam
penilaian Mutual Evaluation Review (MER) APG selaku regional bodies FATF di
Kawasan Asia Pasifik.
"Momentum baik ini, mari kita manfaatkan dengan memperkuat
sinergi dan koordinasi nasional yang terkonsolidasi, untuk meningkatkan
efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, TPPT, PPSPM di Indonesia,
sehingga menjaga integritas dan stabilitas sistem perekonomian dan sistem keuangan
di Indonesia," pungkas Mahfud.
Sedangkan Kepala PPATK, Dian Ediana Rai, menekankan
pentingnya pemutakhiran dokumen Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak
Pidana Pencucian Uang dalam bentuk Kegiatan National Risk Assessment on Money
Laundering and Terrorist Financing/Proliferation Financing (NRA on ML/TF/PF)
Tahun 2021 ini.
"Hal ini sangat penting bagi seluruh stakeholders rezim
APU-PPT, dalam rangka mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai
risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pendanaan proliferasi senjata
pemusnah massal dalam lingkup risiko domestik dan luar negeri (inward risk dan
outward risk)," ujar Dian. [rin]