Di Indonesia menurut Fachrizal, relasi hukum yang terpisah dari etika banyak muncul dalam kasus-kasus conflict of interest, konflik kepentingan seperti misalnya dalam kasus pelangaran etik oleh MK, oleh KPU, fenomena politisasi penyaluran bansos dan lainnya.
"Pejabat dan politisi yang baik harus berakhlaq mulia dan menghindarkan diri dari konflik kepentingan sehingga terhindar dari dilemma-dilema yang bisa membuat mereka melanggar etika, meski secara hukum sah-sah saja. Jadi sumpah-jabatan para pejabat dan politisi, jargon BUMN berakhlaq, dan juga profesionalisme kerja bisa diimplementasikan secara baik. Oleh karena etika menjadi sangat penting dan tanpa hal itu hukum menjadi kering." Ujar Fachrizal.
Baca Juga:
The Lead Institute Universitas Paramadina Gelar Diskusi Kepemimpinan Profetik dan Pilkada 2024
Dr. Fully Handayani Ridwan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai pembicara menjelaskan bahwa dalam konteks relasi hukum dan etika, lembaga-lembaga hukum di Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan, prosedur dan perangkat-perangkat pengawasan etika.
"Ada Dewan Etik di Mahkamah Konstitusi, di pengadilan, di kepolisian, di DPR, di KPK dan lainnya. Problemnya tinggal apakah aturan, prosdur dan perangkat-perangkat itu dijalankan dan menjalankan tugas sebaik-baiknya atau tidak. Seringkali hal itu tidak berjalan baik karena menyangkut kepentingan penguasa dan pejabat. Selain itu juga memang dibutuhkan control civil society dan masyarakat luas dalam pengawasan. Sekarang ada internet yang bisa menjadi media efektif dan strategis untuk memainkan fungsi control itu." Jelas Fully.
Lebih lanjut Fully menyatakan bahwa etika juga harusnya tidak hanya menjadi concern pemimpin, pejabat dan politisi saja, akan tetapi juga semua. Masyarakat juga harus beretika jangan anarkhis, main hakim sendiri, menyebarkan hoax, fitnah, black campaign dan sejenisnya. Hal itu bisa mengaburkan opini public tentang mana yang baik dan yang buruk sehingga etika menjadi terjungkir balikkan.
Baca Juga:
Universitas Paramadina Dorong Literasi Investasi Reksa Dana di Kalangan Mahasiswa
"Dunia pendidikan sendiri juga masih krisis etika. Dosen-dosen terpaksa sibuk dengan urusan administratif sehingga pendidikan etika kepada mahasiswanya menjadi kurang maksimal. Jadi relasi hukum dan etika harus dilihat secara makro dan mikro, di level atas: pemimpin, pejabat, politisi dll., dan di level bawah atau rakyat." Tegas Fully.
Pembicara terakhir Kyai Agus Heryanto selaku pengasuh Pesantren Alam al-Anwari Madani menegaskan komitmen pesantren untuk turut menjaga hukum dan etika sebagai pondasi politik yang berkeadilan.
Hal itu menurut kyai Agus, bisa dimulai dari yang kecil-kecil dulu. Di pesantren ada aturan-aturan yang harus ditegakkan. Para santri dan santriwati juga diajari dan dibiasakan untuk berperilaku baik, sopan santun (fatsoen) dan menjunjung tinggi etika.