"Meski saya melihat itu (pengerahan militer) enggak mungkin juga dilakukan, tapi bisa meningkatkan persepsi negatif terhadap pemerintah. Hubungan antara Papua dan pemerintah bisa semakin enggak enak," lanjutnya.
KPK mengonfirmasi status tersangka Enembe pada 14 September atau dua hari usai gubernur dua periode itu mangkir dari panggilan pertama ke Mapolda Papua sebagai saksi perkara, kendati pengacara Enembe menyebut kliennya sudah ditetapkan tersangka pada 5 September.
Baca Juga:
Demokrat Tunggu Momentum Sidang Kabinet Perdana AHY dengan Moeldoko
Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo saat dihubungi mengatakan masalah Enembe semestinya tidak akan berlarut seperti sekarang andaikata proses hukum di awal lebih hati-hati dan melalui satu pintu.
"Sekarang menjadi lebih riuh karena beberapa elit di Jakarta sudah turut campur dalam upaya hukum sehingga reaksi di Papua menjadi sangat hebat," ujarnya, seraya menambahkan bahwa kasus ini menunjukkan bahwa di satu sisi kepercayaan masyarakat terhadap KPK semakin menurun sehingga memunculkan penolakan.
Koordinator tim pengacara Enembe, Stefanus Roy Rening, menyangkal kliennya kabur dari panggilan KPK. Ia berdalih Enembe dalam kondisi sakit dan membutuhkan perawatan dokter, kendati telah berangsur membaik.
Baca Juga:
Moeldoko: Isu Mundurnya 15 Menteri Kabinet Indonesia Maju Hanya Kabar Burung
"Dokter pribadi Gubernur Enembe saat ini sedang mengupayakan mendatangkan dokter yang menangani sakit Beliau dari Singapura,” ujar Roy seperti dikutip Tempo.
KPK, yang telah gagal memanggil Enembe dua kali, telah mencegah Enembe keluar negeri sejak 7 September.
Juru bicara KPK Ali Fikri enggan mengomentari pernyataan Moeldoko.