Pembantaian 1965 adalah kemenangan besar untuk AS dan CIA yang kemudian diterapkan dengan akurasi yang kurang lebih serupa di operasi lain, seperti yang terjadi di Chile.
Di Chile, CIA memegang peran krusial dalam menurunkan kekuasaan Salvador Allende dari Partai Sosialis yang berhaluan Kiri. Jargon yang diusung Allende terangkum dalam "La via chilena al socialismo" atau sosialisme Chile.
Baca Juga:
CIA Bergejolak, Trump Lakukan Pemecatan Besar-Besaran di Badan Intelijen AS
Amerika tidak suka dengan Allende dan mulai mempreteli pemerintahannya. CIA membikin propaganda dan membiayai politikus Kanan untuk bertarung melawan Allende dalam pemilu.
Tak cukup, CIA bersekutu dengan militer dan memutuskan mengudeta Allende pada September 1973. Posisi Allende digantikan jenderal bernama Augusto Pinochet. Didukung Amerika, rezim Pinochet memberangus semua yang terhubung ke komunis. Ribuan orang hilang, dibunuh, dan dimasukkan penjara.
Operasi penyingkiran Allende dikenal dengan "Operation Jakarta," sebuah metafora dan kode yang dipercaya terinspirasi dari penggulingan Sukarno dan pembantaian massal terhadap kaum kiri pada 1965-1966, terang Peter Dale Scott dalam The United States and the Overthrow of Sukarno, 1965-1967 (1985).
Baca Juga:
Tawarkan Pesangon ke Pegawai, CIA Tak Lagi Badan Mata-mata Terkuat Dunia
Di Amerika Latin, ujar Bevins, nama "Jakarta" menemukan makna baru. Dia tak lagi dikenal sebatas "ibu kota Indonesia," tapi juga wajah bagaimana CIA—dan Amerika—menciptakan teror maupun kekerasan kepada kelompok Kiri.
"Penghancuran PKI, kejatuhan pendiri gerakan Dunia Ketiga [Third World Movement], serta kebangkitan kediktatoran militer antikomunis di Indonesia memicu tsunami politik di hampir setiap sudut dunia," tutur Bevins.
"Skala kemenangan gerakan antikomunis dan metode pemusnahan yang kejam di Indonesia lantas mengilhami pembasmian komunis yang sama di berbagai tempat. Itu menjadi bayang-bayang di balik ibu kota Jakarta."