Hitung-hitungan tiga juta orang ditulis oleh sejarawan Geoffrey B. Robinson lewat bukunya bertajuk The Killing Season: A History of the Indonesian Massacres, 1965-66 (2018).
Angka tersebut menjadikan PKI sebagai partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah China dan Uni Soviet.
Baca Juga:
CIA Bergejolak, Trump Lakukan Pemecatan Besar-Besaran di Badan Intelijen AS
Kekuatan PKI turut memengaruhi kebijakan di tingkat nasional. Contohnya: reforma agraria. Dalam praktiknya, PKI menempuh apa yang disebut dengan "aksi sepihak" untuk "mengembalikan" kepemilikan tanah ke para petani.
Di luar reforma agraria, Sukarno mengusulkan pembentukan "Angkatan Kelima," berisikan rakyat biasa yang dipersenjatai.
Baik reforma agraria, atau aksi sepihak, dan Angkatan Kelima sama-sama membuat militer geram sebab menyenggol kepentingan-kepentingan yang selama ini mereka jaga.
Baca Juga:
Tawarkan Pesangon ke Pegawai, CIA Tak Lagi Badan Mata-mata Terkuat Dunia
Maka, dari situ, tentara dan Washington—pemerintah AS—bersekutu dalam rangka membangun kemitraan antikomunis, mengutip buku The Jakarta Method (2020) yang disusun Vincent Bevins.
Indikatornya terlihat, contohnya, melalui pengiriman tentara Indonesia untuk mempelajari taktik operasi, intelijen, dan logistik ke Amerika. Per 1962, berdasarkan The Jakarta Method, terdapat lebih dari 1.000 tentara yang menuju ke basis militer di AS, mayoritas di Fort Leavenworth, sehubungan kegiatan pelatihan.
Dinamika politik antara TNI, PKI, dan Sukarno berubah ketegangan serta memuncak pada September 1965 dengan pembunuhan enam perwira tinggi di tubuh militer, salah satunya Ahmad Yani, yang saat itu menjabat Panglima TNI Angkatan Darat (TNI AD).