WahanaNews.co | Perhelayan KTT G20 di Nusa Dua Bali, 15 - 16 November 2022 membuktikan bahwa Indonesia mampu menghelat event penting dunia.
Setidaknya ada 17 kepala negara yang bergabung dalam konferensi bertaraf internasional tersebut.
Baca Juga:
Kerja Sama Bisnis antara Indonesia dan Brasil Terus Ditingkatkan pada Berbagai Bidang Prioritas
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai KTT G20 dapat dipakai sebagai ajang diplomasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Visi misi poros maritim dunia kita. Sehingga Indonesia dapat menunjukkan peradaban maritim, kedaulatan bangsa, dan ketahanan pangan serta energinya," ujar Marcellus Hakeng seperti dilansir dari JPNN, pada Rabu (16/11).
Dia menyebut letak Indonesia yang strategis dapat dijadikan modal berdiplomasi dalam sektor perikanan dan kelautan.
Baca Juga:
Menko Airlangga Lanjut Dampingi Presiden Prabowo di Konferensi Tingkat Tinggi G20 Brasil
"Indonesia harus memanfaatkan momen perhelatan KTT G20 untuk berdiplomasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yang sama-sama menguntungkan dan berkelanjutan," katanya.
Selain itu, membahas syarat ekspor produk perikanan dan kelautan dari Indonesia ke negara lain, khususnya negara anggota G20.
Dalam KTT G20 juga sepatutnya Indonesia dapat membahas mengenai batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan China, dan Indonesia dengan Vietnam yang wilayah lautnya berdekatan dengan wilayah laut Indonesia. Atau juga dengan Negara Australia.
"Sebab persoalan ZEE ini kerap muncul ke permukaan dan tidak jarang pula memunculkan konflik antara nelayan Indonesia dan nelayan asing atau nelayan Indonesia dengan pihak aparat penegak hukum negara lain dan sebaliknya," kata pendiri serta Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) itu.
KTT G20 diharapkan juga menghasilkan suatu kesepakatan dalam memberikan perhatian dan perlindungan bagi para penyumbang devisa negara yakni Pelaut Kapal Niaga ataupun Pelaut Perikanan. Sebab, masih banyak perlakuan kurang adil yang diterima oleh Pekerja Migran Indonesia terutama yang bekerja sebagai Pelaut Perikanan (PMI PP) yang bekerja di atas Kapal Penangkap Ikan Berbendera Asing.
Berdasarkan laporan studi bertajuk "Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan" yang diluncurkan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada 31 Agustus 2022 lalu, PMI PP masih dihadapkan dengan praktik-praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia.
Dia berharap KTT G20 dapat menjadi pendorong utama pembangunan maritim Indonesia masa depan.
Marcellus optimistis maritim mampu menjamin kekuatan ekonomi, sosial, politik, dan jati diri Indonesia di persaingan global.
Apalagi, saat ini telah terjadi peralihan perhatian dunia dan aktivitas dari wilayah Mediterania dan Atlantik ke kawasan Indopasifik.
"Dengan peralihan perhatian dan aktivitas tersebut, maka wilayah maritim Indonesia kembali menjadi perlintasan strategis. Karena itu Indonesia harus sadar dengan posisinya secara geopolitik dan geostrategis," pungkas Marcellus. [ast]