WAHANANEWS.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan PT Indobuildco terhadap Menteri Sekretaris Negara (Mensneg) terkait sengketa lahan Hotel Sultan di Kelurahan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Merespons hal tersebut, perwakilan pihak pemerintah hingga Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) pun buka suara.
Baca Juga:
Menteri Nusron Klarifikasi Soal Semua Tanah Milik Negara: Minta Maaf Cuma Candaan
"Putusan TUN tersebut bersifat administrasi, yang menurut saya tidak dapat menghambat atau berpengaruh terhadap upaya eksekusi pengosongan yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara Perdata 208/Pdt.G/2025 pada 28 November 2025," ujar pengacara Mensesneg dan PPKGBK selaku tergugat dalam gugatan ini, Kharis Sucipto, kepada wartawan, Jumat (5/12) seperti dikutip dari detikcom.
Menurut Kharis, putusan PTUN ini tidak memengaruhi putusan perdata PN Jakarta Pusat mengenai eksekusi pengosongan lahan. Kharis mengingatkan pada 2024 dan Maret 2025 pemerintah sudah mengirimkan somasi agar PT Indobuildco mengosongkan lahan berdirinya Hotel Sultan tersebut.
"Perlu kami tegaskan terlebih dahulu bahwa pada Desember 2024 dan Maret 2025, Menteri Sekretaris Negara serta PPKGBK sebagai Pemegang HPL No. 1/Gelora mengirimkan somasi kepada PT Indobuildco yang meminta PT Indobuildco untuk mengosongkan tanah dan bangunan eks HGB No. 26/Gelora dan eks HGB No. 27/Gelora serta membayar royalti atas penggunaan tanah HPL 1/Gelora untuk periode 2007-2023 sebesar USD45.356.473," katanya.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Perintahkan HGU-HGB yang Jatuh Tempo Ditarik
Dia menjelaskan sebelumnya alasan pihak pemerintah mengajukan somasi karena PT Indobuildco belum membayar royalti. Namun, katanya, PT Indobuildco masih mengomersialisasikan aset negara itu padahal tidak berhak.
"Dasar somasi tersebut adalah karena HGB di lahan eks HGB 26/Gelora dan 27/Gelora telah berakhir sejak 2023, pembaruannya tidak dapat ditindaklanjuti oleh Kantah Jakarta Pusat, Indobuildco belum membayar royalti, namun masih mengomersialisasikan aset negara tersebut tanpa hak," ungkapnya.
"Somasi tersebut dikeluarkan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, yang salah satunya melibatkan BPKP dalam perhitungan royalti," imbuhnya.