WahanaNews.co | Puan Maharani berbicara soal peningkatan kesetaraan gender di Indonesia dalam kegiatan the 30th Annual Congress of the Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF 30) di gedung baru Parlemen Thailand di Bangkok, Thailand.
Dalam kegiatan tahunan forum parlemen negara-negara kawasan Asia-Pasifik itu, Puan yang memimpin delegasi parlemen Indonesia di Bangkok disambut oleh Wakil Ketua I DPR Thailand, Suchart Tancharoen dan Duta Besar LBPP RI untuk Kerajaan Thailand Merangkap UNESCAP, Rachmat Budiman.
Baca Juga:
Pemkab Tabalong Raih Nilai Tertinggi Smart City dengan Skor Indeks 3,38
Sebelum APPF ke-30 digelar pada 26-29 Oktober 2022 dibuka, Puan mengikuti forum khusus bagi anggota parlemen perempuan Asia-Pasifik bertajuk 'Memberdayakan Perempuan untuk Mengatasi Krisis di Masa Depan'.
Saat itu, Puan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Majelis Nasional Kerajaan Thailand sebagai tuan rumah penyelenggaraan APPF ke-30. Menurutnya, pertemuan anggota-anggota parlemen perempuan sangat penting, mengingat saat ini dunia sedang menghadapi tantangan besar yang lebih kompleks di tengah situasi global.
"Dan perempuan tetap rentan ketika dunia mengalami krisis di masa depan. Diperlukan upaya bersama untuk memperkuat ketahanan perempuan agar dapat bertahan menghadapi krisis di masa depan," kata Puan, Rabu (26/10/22).
Baca Juga:
Sekda Jawa Tengah Minta ASN Kuasai Literasi Digital untuk Tingkatkan Pelayanan Masyarakat
"Sebagai anggota parlemen, kita perlu menekankan bahwa kekuatan perempuan adalah tanggung jawab kita. Perempuan harus menjadi 'agen perubahan', di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya," lanjutnya.
Puan menegaskan, diperlukan peningkatan keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan di politik dan lembaga publik, termasuk di pemerintahan dan parlemen. Sebab, perempuan dapat memperkaya perspektif kebijakan publik sehingga kebijakan tersebut dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
"Keterlibatan perempuan akan membawa proses yang lebih inklusif dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Kita juga tidak boleh mengabaikan peran perempuan untuk pembangunan global dan regional termasuk di Asia-Pasifik," katanya.
Meski begitu, Puan tetap menyoroti berbagai tantangan kepemimpinan perempuan di beberapa bagian dunia, seperti persoalan budaya dan struktural. Menurutnya, hingga saat ini masih dibutuhkan perjuangan dalam menghadapi sentimen yang berakar budaya terhadap perempuan, serta kebijakan yang tidak responsif gender.
"Di Indonesia, kami telah membuat kemajuan besar dalam kesetaraan gender di beberapa tahun terakhir," ujar Puan.
Puan lalu mengungkapkan soal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pemilihan Umum yang mendesak 30 persen kursi untuk perempuan di DPR RI. Juga, adanya peningkatan jumlah anggota DPR RI perempuan, dari 17,3 persen menjadi 21.39 persen dalam periode 2019-2024.
"Saya sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua DPR perempuan pertama di Indonesia. Sebelumnya saya pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan perempuan termuda dan pertama," kata Puan.
Puan menyebut, Indonesia semakin banyak memiliki pemimpin perempuan di berbagai bidang. Pada saat bersamaan, Indonesia pun terus berupaya melahirkan berbagai kebijakan yang berpihak kepada pemberdayaan perempuan.
"Perempuan telah menjadi bagian dari kepemimpinan berbagai lembaga publik di Indonesia. Dan mereka mewakili kemajuan perempuan dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia," tegasnya.
Puan menilai, dibutuhkan kebijakan pemecah jalan untuk mempersiapkan perempuan agar sepenuhnya dapat menghadapi krisis di masa depan. Hal pertama dan yang terpenting, adalah melalui pendidikan guna meningkatkan kapasitas perempuan. Tidak hanya pendidikan dasar, tetapi juga pendidikan berkualitas tinggi sebagai hak setiap wanita.
Faktor lain adalah langkah-langkah memajukan infrastruktur digital yang adil dan literasi digital bagi perempuan untuk mengurangi kesenjangan digital. Hal ini lantaran teknologi digital berpotensi mempercepat pemberdayaan perempuan.
"Kita juga harus menyediakan lebih banyak akses keuangan untuk wirausaha perempuan dan usaha kecil dan menengah, serta mendorong perempuan untuk lebih terlibat dalam menyelesaikan berbagai tantangan global, seperti pemulihan pandemi, memerangi pemanasan global, dan proses perdamaian," papar Puan.
Lebih lanjut, Puan mengatakan kesetaraan gender dan ketahanan perempuan berkaitan erat dengan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai kemakmuran tersebut, parlemen sebagai tulang punggung demokrasi dinilai punya peranan penting, karena demokrasi adalah tulang punggung kemakmuran.
"Tidak ada kemakmuran tanpa kesetaraan gender dan ketahanan perempuan," kata Puan.
Anggota parlemen di setiap negara pun diminta untuk bersama-sama mengemban misi dalam memperkuat ketahanan perempuan terhadap segala kemungkinan krisis di masa depan.
"Parlemen harus memobilisasi aksi global dan menerapkan komitmen pemberdayaan perempuan di tingkat lokal. Sekarang saatnya beraksi," kata Puan.[zbr]