WahanaNews.co, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi wacana pemakzulan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil.
Puan yang juga Ketua DPP PDIP itu menghormati usulan pemakzulan sebagai bentuk aspirasi warga negara. Namun menurutnya aspirasi itu juga harus dibarengi dengan rasionalisasi dengan menimbang urgensi.
Baca Juga:
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Tegaskan Ibu Kota Negara Masih Jakarta
"Aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan, namun apa urgensinya? Jadi kita lihat apa urgensi. Namun namanya aspirasi tetap harus kami terima," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/01/24).
Puan juga menegaskan proses pemakzulan presiden sudah diatur dalam UUD 1945 beserta ketentuan atau penyebab pemakzulan.
Berdasarkan pasal 7A UUD 1945, presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
Baca Juga:
Cerita di Depan DPR Tangis Ibu Korban Bully PPDS Undip Pecah
"Untuk pelaksanaan hal tersebut harus terbukti bahwa kemudian presiden itu melaksanakan pelanggaran hukum dan lain sebagainya," ujar Puan.
Usulan pemakzulan Presiden Jokowi ini disampaikan oleh puluhan orang yang menamakan diri Petisi 100. Mereka menyampaikan usulan itu kepada Menko Polhukam Mahfud MD pada 9 Januari lalu.
Total ada 22 orang yang hadir menemui Mahfud. Mereka di antaranya ialah Faizal Assegaf, Marwan Batubara, hingga Letjen Purn Suharto.