Peran
legislator saat itu dicap kurang kreatif, bahkan dianggap sebagai salah satu
penghambat jalannya demokratisasi yang sehat.
"Penelitian
saya membuktikan hanya 29,13 persen atau 134 dari 460 anggota yang muncul dalam
pemberitaan Harian Kompas selama 1 Januari-31 Desember 1985. Yaitu 17 dari 24
anggota FDI (73 persen), 31 dari 94 anggota FPP (32,98 persen), 26 dari 75
anggota F-ABRI (34,67 persen) dan 59 dari 267 anggota FKP (22,10 persen),"
kata dia.
Baca Juga:
Ahmad Ali: Saya yang Paling Rugi Kalau PSI Kalah Melawan NasDem
Hal itu
juga terjadi pada persentase kehadiran anggota, sesuai sampel Komisi III, IX
dan APBN, pada rapat komisi yang tak pernah mencapai 100 persen.
Dikutip
dari muchtarpakpahan.com, akibat
disertasi tersebut, ia terpaksa harus berurusan dengan hukum.
Dua
hari setelah mempertahankan disertasinya, pria yang biasa disapa Bang Muchtar
ini dibawa ke Badan Intelijen ABRI (BIA), diminta mengubah isi disertasi karena
dianggap membahayakan keselamatan negara.
Baca Juga:
Raih Gelar Doktor di Usia 71 Tahun di Unpad, Ini Kisah Perjuangan Johar Firdaus
Pada
Januari 1994, Muchtar kemudian ditahan di Semarang, Agustus 1994 dipenjarakan
di Medan dan bebas pada Mei 1995.
Namun,
Muhctar kembali mendekam penjara pada 1996 di LP Cipinang, Jakarta.
Ia
keluar-masuk penjara akibat rangkaian disertasi yang selanjutnya diterbitkan
menjadi buku berjudul Potret Negara
Indonesia.