"Kenapa dulu kami mendukung, karena waktu
itu disampaikan ada kriteria-kriteria untuk bisa ekspor. Misalnya, harus punya
budidaya, dan hasil budidayanya sebagian dia lepas liarkan. Nah, ternyata hasil survei kami, tidak seperti itu kenyataannya," kata Safri.
Akan tetapi, ia menuturkan bahwa kini
pihaknya mendukung penuh atas larangan ekspor benur yang telah ditetapkan
Menteri Trenggono, meski kebijakan tersebut masih bersifat sementara.
Baca Juga:
Menteri PUPR: Pindah ke IKN Kalimantan Timur, Basuki Target Juli 2024
Hal itu mengingat bahwa
apabila kompetitor Indonesia diberi benih yang banyak, maka secara otomatis
mereka akan mengontrol pasar.
Oleh karena kondisi itu, menurutnya, ketika Indonesia telah berhasil melakukan budidaya dan ingin mengekspor
lobster hasil budidaya, Indonesia tidak lagi memiliki pasar tersebut.
"Ingat, yang makan lobster itu terbatas,
hanya di daerah tertentu dan di hari besar tertentu. Kita kan mau mengurangi
produksi kompetitor kita. Kalau kita bisa kurangi BBL kita dikirim, otomatis
kita bisa kontrol pasar," kata Safri.
Baca Juga:
Sepak Terjang Sahat Manaor Panggabean Sebelum Dilantik Jokowi Jadi Bos Karantina RI
Dalam hal ini, ia pun menyesalkan
kebijakan yang lalu, yang mana mengizinkan ekspor benur tersebut.
Safri mengaku dengan adanya persetujuan oleh
Menko Marves Luhut Binsar
Pandjaitan pun dilakukan atas kajian KKP, bahwa ekspor
dilakukan selama pelepasannya masih terkontrol.
"Beberapa persyaratan yang dilakukan,
hampir semuanya itu banyak yang dilanggar. Sehingga kita katakan, kalau begini
caranya memang kita membunuh pembudidaya kita karena kita utamakan ekspor BBL,"
kata Safri.