"Tak kalah penting, untuk
membangun kerja sama serta kemitraan strategik dengan aparat penegak hukum
dalam rangka membantu mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat," jelasnya.
Ia juga memaparkan kondisi Indonesia
berbeda dengan Amerika atau negara lainnya.
Baca Juga:
Uji Kelayakan Capim KPK: Bamsoet Soroti Politik Biaya Tinggi dengan Korupsi
Pasalnya, Indonesia tidak mengizinkan
perdagangan dan kepemilikan senjata api secara terbuka.
Di Indonesia, Perkap 18/2015 secara
ketat mengatur siapa saja yang boleh memiliki dan menggunakan senjata api,
terutama untuk bela diri.
"Dalam Perkap diatur beberapa profesi
yang bisa mengajukan izin memiliki senjata api. Antara lain pemilik perusahaan,
PNS/ Pegawai BUMN golongan IV-A/setara, Polri/TNI berpangkat minimal
komisaris/mayor, anggota Legislatif/Lembaga Tinggi Negara/Kepala Daerah, serta
profesi yang mendapatkan izin dari instansi berwenang (Polri). Berbagai profesi
itupun tidak serta merta dengan mudah dapat memperoleh izin, karena persyaratan
lanjutannya amat rumit dan selektif," tegasnya.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Bamsoet menambahkan, persyaratan lanjutan tersebut diatur dalam Pasal 8 Perkap
18/2015.
Adapun persyaratannya, antara lain, memiliki surat keterangan dari
psikolog Polri, memiliki sertifikat menembak dengan klasifikasi paling rendah
kelas III dari Sekolah Polisi Negara (SPN) atau Pusat Pendidikan (Pusdik)
Polri, serta lulus wawancara Ditintelkam dan pendalaman oleh Baintelkam Polri.
"Saya selalu menegaskan kepada
kawan-kawan pemilik izin khusus senjata api, bahwa senjata api bukanlah untuk
gagah-gagahan ataupun pamer kekuatan. Melainkan terbatas hanya untuk
kepentingan melindungi diri dari ancaman yang membahayakan keselamatan jiwa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Perkap 18/2015. Senjata api tidak bisa
dimiliki sembarang orang, dan tak bisa digunakan secara sembarangan apalagi
serampangan," pungkas Bamsoet.